Bisnis.com, JAKARTA--Harga seng menembus level tertinggi sepanjang 11 bulan dan memimpin kenaikan logam industri lainnya seiring dengan peningkatan prospek kinerja perdagangan China dan stimulus yang diberikan Bank Sentral Eropa.
Pada penutupan perdagangan Rabu (8/6) harga seng di London Metal Exchange (LME) naik 59,25 poin atau 2,97% menjadi US$2.057 per ton. Angka ini menjadi level tertinggi baru pada 2016 dan menunjukkan sepanjang tahun berjalan sudah menghijau sejumlah 30,32%.
Seng menjadi produk terbaik di antara enam logam utama di London Metal Exchange (LME) seiring dengan pemotongan produksi dan jatuhnya persediaan ke level terendah sejak 2009.
Commerzbank AG dalam publikasi risetnya menyampaikan, data impor China yang meningkat pada bulan lalu memberikan sentimen positif terhadap bahan baku. Tahun lalu, harga komoditas terjatuh setelah konsumen komoditas terbesar di dunia itu mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, European Central Bank (ECB) masuk ke dalam pasar obligasi korporasi dan membeli utang dari sejumlah perusahaan besar di Eropa. Hal itu bertujuan merangsang kegiatan ekonomi regional.
Angus Nicholson, Market Analyst IG ltd., menyampaikan data terbaru China memberikan dorongan bagi peningkatan sejumlah harga logam. "Fakta ini mengindikasikan permintaan terhadap logam kembali bangkit," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (9/6/2016).
Harga logam juga pulih akibat ekspektasi Federal Reserve dalam menaikkan suku bunga berkurang, setelah rilis data pekerja pekan lalu yang kurang memuaskan. Indeks dolar merosot 2,7% sepanjang Juni dan menjadi level terendah sejak bulan lalu, sehingga meningkatkan harga komoditas yang menggunakan mata uang tersebut.
Ric Spooner, Chieft Analyst CMC Markets, menuturkan melemahnya dolar memicu aksi jual dari investor dan beralih meningkatkan pasar lainnya. "Dalam jangka pendek, sentimen ini mendukung harga logam," katanya.