Bisnis.com, JAKARTA-- Setelah mengurangi kepemilikan reksa dana di pasar surat berharga negara sekitar Rp2,71 triliun pada November lalu, kini manajer investasi kembali agresif masuk ke pasar obligasi pemerintah tersebut.
Kepemilikan reksa dana di pasar surat berharga negara (SBN) tercatat bertambah Rp1,2 triliun sepanjang Desember ini (per 23 Desember). Adapun, kepemilikan reksa dana di surat berharga negara sepanjang tahun ini bertambah hingga Rp14,88 triliun atau terbesar selama 5 tahun terakhir.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini kepemilikan reksa dana di surat berharga negara (SBN) sudah mencapai Rp60,67 triliun. Bila dibandingkan dengan dengan perolehan tahun lalu yang senilai Rp45,79 triliun, artinya ada penambahan sekitar Rp14,88 triliun.
Jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan ini. Tahun lalu, kepemilikan reksa dana di SBN hanya bertambah Rp3,29 triliun. Kemudian, pada 2013 kepemilikan reksa dana di SUN justru berkurang Rp690 miliar.
Begitu juga pada periode 2012 dan 2011. Kepemilikan reksa dana di SBN pada kedua periode tersebut berkurang masing-masing Rp4,03 triliun dan Rp3,94 triliun.
Jemmy Paul, Direktur Investasi PT Sucorinvest Asset Managament mengatakan penurunan kepemilikan reksa dana di pasar SBN pada November lalu disebabkan oleh adanya switchingyang dilakukan manajer investasi ke pasar saham. Pada November, pasar saham mulai membaik sehingga MI mulai kembali masuk ke pasar saham.
Sementara, pada Desember ini, MI kembali masuk ke pasar SBN lantaran adanya peluang untuk diturunkannya suku bunga Bank Indonesia. “Kalau BI rate turun, harga akan naik, ini tentu bagus untuk reksa dana pendapatan tetap,” kata Jemmy saat dihubungi Bisnis, Senin (28/12).
Besarnya peningkatan kepemilikan reksa dana si SBN yang mencapai Rp14,88 triliun, hal tersebut juga disebabkan oleh terkoreksinya pasar saham. Pasar saham mulai terkoreksi di awal kuartal II. Sejak saat ini, sejumlah MI mulai switching dari pasar saham ke pasar obligasi, terutama obligasi pemerintah.
Mulai agresifnya MI di SUN sejak April 2015 terlihat dari penambahan kepemilikan MI di SUN yang mencapai Rp11,99 triliun terhitung April-Oktober 2015.
“Tahun ini pasar saham down, perekonomian juga tidak bagus. Ditambah adanya ketidakpastian suku bunga the Fed sepanjang tahun ini dimana akhirnya the Fed menaikan suku bunganya. Ini yang membuat MI akhirnya beralih ke pasar obligasi dengan harapan BI rate akan turun setelah the Fed menaikkan suku bunga,” jelasnya.
Awalnya, MI masuk ke SBN jangka pendek, namun sejak semester II, MI mulai masuk ke surat utang pemerintah yang jangka panjang. Jemmy optimistis, MI masih akan agresif di SUN pada tahun depan.
“Ya yakin tahun depan masih jadi pilihan karena peluang BI rate diturunkan. Dibandingkan dengan obligasi korporasi, MI juga masih akan agresif di obligasi pemerintah.”