Bisnis.com, JAKARTA— Samuel Sekuritas Indonesia memprediksi tekanan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat pada perdagangan hari ini, Selasa (15/12/2015) berpeluang berkurang.
“Harga minyak yang menipis penurunannya berpeluang mengurangi tekanan pelemahan rupiah hari ini, walaupun secara umum ruang depresiasi masih tersedia dalam jangka pendek,” kata Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta dalam risetnya yang diterima hari ini, Selasa (15/12/2015).
Dikemukakan minyak kembali anjlok hingga pagi ini. Walaupun sempat naik dari titik terendah, minyak Brent masih ditutup 0,6% lebih rendah dibandingkan penutupan kemarin.
Isu pasokan berlebih masih menjadi sentral dalam penurunan harga minyak, yang justru saat ini mendapatkan perhatian lebih dibandingkan rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) target yang diperkirakan terjadi pada rapat FOMC pada 15—16 Desember 2015.
Rangga mengatakan dolar masih stabil terhadap kurs utama, tetapi masih kuat terhadap kurs pasar negara berkembang.
“Inflasi AS ditunggu malam nanti, diperkirakan naik ke 0,5% YoY. Harga minyak yang turun, inflasi tinggi sepertinya tidak akan signifikan mengangkat harapan kenaikan FFR yang agresif pada 2016,” kata Rangga.
Rupiah melemah tajam hingga kemarin sore bersamaan dengan datangnya sentimen penguatan dolar di Asia. Imbal hasil SUN 10 tahun ke 9%.
“Walaupun indeks dolar cenderung stabil, dampak kenaikan FFR target masih memberikan kekhawatiran terhadap investor,” kata Rangga.
Faktor anjloknya harga minyak dan depresiasi yuan menambah tekanan depresiasi terhadap rupiah.
“Siang ini ditunggu neraca perdagangan November 2015,” kata Rangga.
Ekspor dan impor diperkirakan masih tumbuh negatif tetapi impor bisa terkoreksi penurunannya melihat akselerasi belanja pemerintah di kuartal IV/2015. Ekspor dan impor diperkirakan masih tumbuh negatif tetapi impor bisa terkoreksi penurunannya melihat akselerasi belanja pemerintah di kuartal IV/2015. Sehingga surplus diperkirakan turun ke US$700 juta.