Bisnis.com, JAKARTA - Di tengahnya anjloknya kinerja pasar saham Indonesia sepanjang tahun berjalan ini dibandingkan dengan dengan sejumlah negara regional, Presiden Joko Widodo meminta seluruh pelaku pasar modal menghilangkan aura pesimistisnya pada semester II ini.
Presiden yang akrab dipanggil Jokowi ini menuturkan pihaknya merasakan bursa saham yang sedang melemah. Namun, dia meminta pelaku pasar modal mengingat bahwa pelemahan bursa saham bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara. Pelemahan bursa saham ini seiring dengan pelemahan perekonomian global yang juga berimbas pada perekonomian dalam negeri.
Jokowi meminta investor dan masyarakat melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih stabil dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Dia menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih masuk dalam jajaran tertinggi 5 besar di dunia. Negara lain ada yang merasakan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 1% bahkan lebih.
“Nah ini baru turun 0,3% sudah ramai. Kalau pesimis ya keliru, harus tetap optimis,” kata Jokowi, Senin (10/8/2015).
Lagi-lagi Jokowi memberi janji. Dia menjanjikan bahwa semester II kinerja perekonomian akan membaik seiring belanja modal pemerintah yang akan ekspansif pada September-Oktober. Jokowi mengakui bahwa spending belanja modal hingga Juni 2015 baru sekitar 12% atau sangat kecil sekali. Namun, dia percaya pada semester II ini belanja modal akan dihabiskan.
Pada semester II, ada sekitar Rp120 triliun yang akan dibelanjakan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kemudian, seluruh kementerian juga berjanji akan merealisasikan anggaran belanja modal hingga 93% pada akhir tahun. Dengan demikian, pada Oktober-November belanja akan meroket dan itu akan berimbas pada perekonomian Indonesia.
“Semua akan membaik. Percayalah, ini saya yang ngomong masa enggak percaya, saya sudah tanya menterinya semua satu per satu,” ucap Jokowi.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga akan memberikan dorongan kepada swasta untuk bergerak dan berinvestasi, terutama di sektor penghiliran. Swasta akan lebih diutamakan, kata Jokowi. Jadi, jangan sampai nanti ada pihak swasta yang berucap bahwa BUMN selalu didahulukan oleh pemerntah.
“Kalau swasta tidak bergerak juga, saya akan langsung meminta BUMN bergerak karena kami memang butuh untuk pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
Jokowi meminta seluruh pihak agar memberikan dorongan dan selalu bersikap optimistis. Bila kinerja BUMN tidak baik, pihaknya akan mengganti petingginya, dan bila kinerja kementerian juga tak terlihat, dia akan mengganti menterinya.
“Semua dikontrol dan diawasi, tenang saja semua, semua harus percaya. Bila masih ada yang tidak percaya, katakan kepada saya, akan saya tunjukkan. Persepsi optimisme sangat dibutuhkan.”
Optimisme Jokowi tersebut juga mengalir ke pelaku industri pasar modal. Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas Marciano Herman menuturkan masih cukup optimistis dengan kondisi pasar modal dalam negeri ke depan. Namun demikian, dia mempertanyakan belanja pemerintah yang hampir setiap tahun baru bisa terealisasi pada akhir-akhir tahun.
Menurutnya, pemerintah harus berusaha untuk membuat budget pemerintah bisa dibelanjakan sejak awal tahun. Bila masalahnya terkait perizinan, dia berharap program pemerintah menggalakkan program izin satu pintu bisa direalisasikan tahun depan.
Kemudahan perizinan akan memudahkan investasi dan tersalurnya belanja modal dengan baik. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi juga akan tetap terjaga. Bila pertumbuhan ekonomi terjaga, itu akan menyeret kinerja pasar modal ke arah yang lebih baiik juga. “Secara siklus selalu September-Oktober terealisasi belanja modal, ini harus diubah,” kata Marciano.
Wahyu Trenggono, Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBPA) masih cukup percaya diri dengan kinerja pasar modal semester II nanti. Kinerja pasar modal, terutama kinerja emiten sangat berkaitan erat dengan kinerja perekonomian, baik dalam maupun luar negeri. Diharapkan, pada semester II, pemerintah bisa lebih ekspansif dalam membelanjakan anggaran.
“Saya cukup confidence dengan pemerintah karena memang pemerintah akan lebih ekspansif pada semester II. Ini akan memberikan multiplier effect ke segala hal, pertumbuhan ekonomi akan digenjot,” ucap Wahyu.
Dia menjelaskan ekspansifnya belanja pemerintah akan mendorong pihak swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencari pendanaan di pasar modal. Sejumlah, BUMN akan cenderung mencari pendanaan melalui pasar modal dibandingkan dengan pinjaman bank seiring bunga bank yang masih tinggi. Begitu juga dengan swasta yang kemungkinan besar akan bekerja sama dengan kementerian dalam melaksanakan proyek-proyek infrastruktur.
“Ini akan membuat penerbitan obligasi marak, mungkin sampai akhir tahun bisa mencapai Rp60 triliun.