Bisnis.com, BANDUNG — Asosiasi Pertekstilan Indonesia meminta pemerintah segera memberikan insentif khusus tarif listrik bagi industri tekstil dan produk tekstil menyusul kondisi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belakangan ini.
Sekretaris Jenderal API Jabar Kevin Hartanto mengatakan insentif khusus tarif listrik ini sudah diusulkan sejak lama, namun realisasinya belum dilakukan hingga saat ini.
Menurutnya, insentif tarif listrik ini dapat diberikan misalnya dalam bentuk berupa diskon.
"Lihat di negara lain seperti China, insentif tarif listrik ini sudah diberikan sejak dulu oleh pemerintahnya," katanya kepada Bisnis, Kamis (5/3/2015).
Dia beralasan industri TPT maupun padat karya wajar harus mendapatkan insentif sebagai bentuk reward karena telah menyerap tenaga kerja cukup banyak dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar.
Kevin mengatakan selama ini industri TPT menggerakan mesinnya selama 24 jam sehingga kontribusi listrik cukup membebani biaya operasional.
"Industri TPT ini berbeda dengan industri rumah tangga yang pick hour-nya jam 18.00-22.00. Mesin pada perusahaan industri ini bekerja 24 jam," ujarnya.
Kevin mengatakan saat ini industri TPT di Jabar sedang mengalami perlambatan produksi karena pasar domestik yang asalnya mencapai 80% tergerus menjadi 40%.
Dia menjelaskan perlambatan produksi terjadi akibat daya saing industri TPT dalam negeri di pasar domestik kalah dari impor terutama China.
"Industri TPT ini banyak tantangannya seperti daya saing harga, kualitas tenaga kerja yang tidak diikuti dengan kompetensi, suku bunga kredit yang mencapai dua digit, dan kebutuhan energi di industri hulu,” katanya.
Wakil Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Ari Hendarmin mengatakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini akan menjadi beban berat industri TPT karena masih mengandalkan bahan baku dari impor.
"Sudah banyak yang merasakan kesulitan dalam mengimpor bahan, apa lagi yang bahannya dari kapas. Bahkan ada yang membeli sisa-sisa bahan tekstil dari luar [impor] karena susah membeli yang baru,” ujarnya.
Ari menjelaskan saat ini industri TPT di Jabar masih terus bertahan di tengah kesulitan mengimpor bahan akibat rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS. “Mereka tidak akan langsung menutup usaha setelah benar-benar tidak mampu.”
Menurutnya, salah satu solusi yang dilakukan industri TPT saat ini mengurangi produksi sampai situasi membaik. "Beberapa dari mereka mengurangi intensitas kerja, seperti terkadang tutup sekali dua hari."
Ari bependapat Bank Indonesia harus membuat upaya sedemikian rupa agar kondisi rupiah terhadap dolar AS terus membaik dan jangan menyalahkan kondisi ekonomi global saja.
Menurutnya, Bank Indonesia juga harus mengalokasikan dana cadangan yang dapat membantu industri.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat meyakini industri TPT diyakini akan terus bergairah.
Kepala Disperindag Jabar Fery Sofwan Arief mengatakan saat ini industri TPT di kawasan ini dinilai masih menunjukkan pertumbuhan signifikan.
“Industri TPT memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap perolehan devisa negara,” katanya.
Dia menjelaskan mempersiapkan acuan standardisasi kompetensi profesi bagi SDM sektor industri TPT agar bisa meningkatkan daya saing.
“Kami saat ini sedang menggarap acuan kompetensi profesi bagi tenaga kerja di sektor TPT bersama asosiasi terkait dan Kadin,” katanya.(k4/k29/k31)
PELEMAHAN RUPIAH: Industri TPT Kian Tertekan
Asosiasi Pertekstilan Indonesia meminta pemerintah segera memberikan insentif khusus tarif listrik bagi industri tekstil dan produk tekstil menyusul kondisi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belakangan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium