Bisnis.com, JAKARTA- Kebijakan fraksi harga yang baru dan mulai berlaku sejak awal 2014 dicurigai sebagai penyebab turunnya rerata transaksi harian di pasar saham sepanjang 2014.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), rata-rata transaksi harian di bursa saham sepanjang 2014 tercatat Rp5,99 triliun atau meleset dari target BEI yang Rp6,4 triliun. Nilai transaksi tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai Rp6,2 triliun.
Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan faktor utama yang dicurigai menjadi penyebab turunnya rerata nilai transaksi harian sepanjang 2014 adalah kebijakan fraksi harga baru, yang mulai berlaku sejak awal tahun. Menurutnya, kebijakan fraksi harga dan lot saham yang baru tidak banyak diminati oleh trader lantaran harus menunggu lama untuk melakukan aksi profit taking.
“Kebijakan fraksi harga sangat berpengaruh, yang tadinya setiap hari trading (trader), mereka mengurangi. Terlihat mereka agak kecewa di awal-awal bulan,” kata Budi saat dihubungi Bisnis, Selasa (6/1).
Selain itu, bunga deposito yang sedang tinggi-tingginya juga membuat investor lebih memilih memarkir dananya di deposito. Adapun, investor besar dan institusi yang dinilai paling banyak beralih. “Tengah tahun lalu bunga deposito sampai 11%, bersihnya bisa 8,8%. Seperti investor asuransi, imbal hasil sebesar itu sudah cukup, mereka cari aman makanya lebih memilih ke deposito,” tambahnya.
Tantangan pada 2014 bukan hanya pada kebijakan fraksi harga yang baru. Menurut Budi, adanya masa pemilu dan melemahnya nilai tukar rupiah pada tahun lalu juga menjadi faktor yang membuat investor lari. “Beberapa memanfaatkan dollar yang tengah kuat untuk berinvestasi di pasar valas. Mereka melihat momentum.”
Untuk diketahui, BEI menetapkan keputusan melalui surat Kep-00071/BEI/11-2013 mengenai Perubahan Satuan Perdagangan dan Fraksi Harga yang berlaku efektif pada 6 Januari 2014. Perubahan fraksi harga dinilai menimbulkan dampak negatif terutama bagi trader saham yang notabene memiliki rentang waktu beli dan jual saham sangat pendek.
Senada dengan Budi, Presiden Direktur PT Panin Sekuritas Tbk Handrata Sadeli mengatakan perubahan fraksi harga yang berlaku sejak 6 Januari 2014 memang sangat memengaruhi nilai transaksi di bursa. Berdasarkan data BEI, total nilai transaksi Panin Sekuritas merosot dibandingkan dengan 2013. Tahun lalu, total nilai transaksi Panin tercatat Rp32,61 triliun, sedangkan pada 2013 tercatat Rp42,16 triliun.
“Fraksi harga salah satunya. Terus ada masalah pemilu, investor wait and see,” kata Handrata kepada Bisnis, Selasa (6/1).
Dia menilai, kebijakan fraksi harga yang baru sangat berdampak negatif pada investor lokal. Banyak investor lokal yang memilih untuk tidak melakukan trading lagi. Bahkan, kata Handrata, kebijakan ini juga membuat sulit bagi institusi reksa dana.
“Saya dapat banyak keluhan dari fund manager, mereka sulit transaksi. Bagaimanapun yang namanya pasar harus ada yang jual dan beli, sementara investor lokal atau ritel tidak jual dan beli, fund manager tidak ada lawannya,” jelasnya.
Menurutnya, bila otoritas bursa mengatakan aturan ini tidak ada pengaruhnya bagi transaksi, hal itu tidak benar. Untuk investor lokal, aturan ini memang merugikan, tapi bagi asing sama sekali tidak berpengaruh.
“Investor asing lebih suka. Makanya kenapa tidak terlihat bedanya, secara keseluruhan memang tidak kelihatan menurun, pemainnya saja beda, jadi lebih banyak asing. Padahal niatnya mau menambah lokal.”
Ekonom PT Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan pertumbuhan IHSG yang hampir mencapai 23% sepanjang tahun lalu memang seharusnya bisa mendorong peningkatan rerata nilai transaksi harian bursa. Namun, efek eksternal yang muncul sepanjang tahun lalu cukup banyak sehingga tidak bisa mendorong rerata transaksi harian bursa mencapai target.
“Ada tahun pemilu, itu sangat mengganggu, investor wait and see. Yang paling berdampak dan membuat investor keluar dari pasar modal adalah ketika pertengahan tahun lalu bunga bank sangat menarik hingga 11,5%,” kata Lana saat dihubungi Bisnis, Rabu (7/1).
Menurutnya, snagat menariknya bunga perbankan pada Juli tahun lalu itu membuat investor di pasar modal ramai-ramai menarik dananya untuk dialihkan ke bank. “Banyak sekali yang keluar, hampir semua pengelola reksa dana itu keluar, dana pensiun juga, mereka cari aman untuk bisa memenuhi target mereka,” jelas Lana.
Belum lagi adanya isu The Fed yang akan menaikkan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS). Ketika itu, kata Lana, tidak sedikit dana asing yang keluar dari dalam negeri. “Jadi memang, banyaknya tantangan tahun lalu tidak bisa membantu secara signifikan transaksi harian bursa meski pertumbuhan IHSG cukup besar. Besar itu, terbesar kelima di dunia.”