Bisnis.com, JAKARTA—Kurs tengah BI tampaknya tak lagi menjadi patokan utama nilai rupiah terhadap dolar AS. Jelang rapat Fed Open Market Committee (FOMC) selisih antara kurs tengah Bank Indonesia (BI) dengan sejumlah bank dan penukaran uang terpantau makin lebar.
Pada transaksi awal pekan ini, Senin (16/12/2013) BI menetapkan nilai tengah rupiah pada Rp12.105 per dolar AS, melemah dibandingkan dengan nilai pada penutupan pekan lalu, yaitu Rp12.081. Nilai tengah tersebut adalah median dari nilai beli BI pada Rp12.044 dan nilai jual pada Rp12.166 per dolar AS.
Sementara itu, di Bloomberg Dollar Index, nilai rupiah menguat 0,01% menjadi Rp12.105 pada penutupan bursa kemarin, setelah melemah tajam ke titik terendah sejak 2009 pada level Rp12.106 pada akhir pekan lalu.
Walau demikian, dari beberapa situs resmi bank dan money changer yang dipantau Bisnis nilai jual beli mata uang Garuda terpaut cukup jauh dari kurs BI.
Pada posisi beli kurs rupiah dipatok pada kisaran Rp11.975—Rp12.105 per dolar AS. Sementara itu rupiah berada pada rentang Rp12.135—Rp12.300 per dolar untuk posisi jual.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menilai hal ini menggambarkan pasar yang sedang tidak sehat. Terlebih FOMC membuat sentimen pasar makin buruk.
“Perbedaan harga sebesar itu menunjukkan ketidakpercayaan investor. Itu sebenarnya sudah non fundamental apalagi akan ada FOMC yang mem buat sedikit degdegan,” kata Lukman seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Selasa (17/12/2013).
Di sisi lain, dia menilai permintaan dolar juga masih tinggi sementara ketersediaan dolar di pasar makin terbatas.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Mandiri Sekuritas Destry Damayanti menilai saat ini ada dualprice rupiah terhadap dolar.