Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil surat utang negara kembali bergerak melawan arah setelah Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 7,25%.
Menurut data PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBAP), imbal hasil obligas acuan bertenor 10 tahun turun 15 basis poin menjadi 8,53% pada penutupan perdagangan Kamis (12/9/2013).
Selain itu, imbal hasil obligasi jangka pendek 5 tahun FR0066 juga turun 3 basis poin dari 7,94% pada hari sebelumnya menjadi 7,91%, sementara obligasi FR0065 bertenor 20 tahun ditutup pada level 9,06%, turun 7 basis poin.
Fakhrul Aufa, Analis Obligasi IBPA, mengungkapkan secara teoritis kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) akan diikuti kenaikan imbal hasil obligasi di pasar skunder. Namun, lanjutnya, terdapat beberapa alasan mengapa imbal hasil justru turun dan harga obligasi naik.
“Pertama, kenaikan BI rate belum direspon pelaku pasar dan kemungkinan besar akan direspon besok [hari ini],” ujarnya, Kamis (12/9/2013).
Keputusan BI mengumumkan kenaikan suku bunga acuan pada sore hari kemungkinan besar membuat investor belum memberikan respon karena transaksi di pasar ditutup pada sore hari.
Alasan selanjutnya, tutur Fakhrul, adalah persepsi risiko di kalangan investor. Sejauh ini, investor berharap kenaikan BI rate dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi yang selama ini selalu dikhawatirkan pasar.
Menurut Amir Dalimunthe, Analis Obligasi PT Danareksa Sekuritas, rebound di pasar obligasi ini dikhawatirkan hanya terjadi sesaat karena jika melihat kondisi pada pengumuman kenaikan BI rate sebelumnya, pasar obligasi juga bergerak anomali.
“Namun, setelah rebound [setelah kenaikan BI rate], pasar obligasi pada pekan berikutnya justru kembali terkoreksi,” ungkapnya.