Bisnis.com, JAKARTA— Kendati dinilai bisa meningkatkan likuiditas pasar modal, perubahan lot dan fraksi harga saham berpotensi menurunkan omzet perusahaan efek atau broker.
Mulai 1 Desember tahun ini, jumlah saham dalam satu lot akan diturunkan dari 500 saham menjadi 100 saham, sedangkan jumlah kelompok fraksi harga diubah dari lima menjadi tiga kelompok.
Tiga kelompok fraksi harga baru yang diusulkan antara lain, kurang dari Rp500 fraksi harganya Rp1, kelompok Rp500-Rp5.000 sebesar Rp5, dan kelompok yang lebih dari Rp5.000 dicatatkan dengan fraksi harga Rp25.
Sebelumnya, BEI menetapkan lima kelompok fraksi harga saham yakni Rp1 untuk kelompok kurang dari Rp200, Rp5 untuk kelompok Rp200-Rp500, kelompok Rp500-Rp2.000 fraksi harganya Rp5, kelompok Rp500-Rp2.000 sebesar Rp10, Rp2.000-Rp5.000 sebesar Rp25, serta untuk harga Rp5.000 sebesar Rp50.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Rudy Utomo menilai perubahan fraksi harga saham (tick price) membuat pergerakan naik-turun harga saham menjadi lebih lambat. Dia menyontohkan bila semula fraksi harga untuk kelompok Rp200-Rp500 sebesar Rp5 akan diubah menjadi hanya Rp1.
Fraksi harga merupakan besaran perubahan harga yang digunakan dalam transaksi jual beli saham. Untuk jenjang harga saham tertentu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenakan fraksi harga yang berbeda.
Pergerakan harga saham yang kurang signifikan, lanjutnya, akan berimbas pada frekuensi transaksi. Investor akan lebih jarang melakukan transaksi jual beli karena menunggu pergerakan harga saham bergerak dengan rentang (spread) yang lebar. Pada akhirnya, pendapatan (fee) transaksi yang diperoleh perusahaan efek menjadi lebih rendah.
“Kalau dari sisi perusahaan efek, frekuensi bisa jadi justru menurun karena investor baru akan jual atau beli di saat harga bergerak signifikan. Total transaksi itu pengaruh juga ke fee broker,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.
Kendati demikian, dia tidak menampik ada pula perusahaan efek yang mendukung perubahan fraksi harga saham karena menganggap aturan tersebut tidak akan berpengaruh apapun terhadap kinerja keuangan perseroan. “Intinya masih ada pro dan kontra juga, ada yang sepakat dan tidak,” katanya.
Oleh karena itu, Rudy menyarankan otoritas bursa untuk melakukan survei yang akurat guna mengetahui dampak perubahan aturan fraksi harga saham tersebut lebih mendalam.
Direktur Utama BEI Ito Warsito memastikan pelaksanaan aturan penurunan satuan perdagangan (lot size) dan perubahan fraksi harga saham akan berlaku pada 1 Desember 2013.
Saat ini, pihak bursa melakukan persiapan teknis teknologi informasi dan sistem infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang perubahan tersebut.
“Aturan penurunan lot saham akan mulai berlaku pada 1 Desember 2013. Tidak hanya bursa, tetapi juga menunggu kesiapan anggota bursa, lalu testing dan lain-lain,” tuturnya.
PERGERAKAN IHSG
Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi bergerak dalam rentang 4.500-5.000 sepanjang pekan ini. Keputusan Bank Indonesia pada pekan lalu untuk tetap mempertahankan BI Rate di level 6,5% menjadi salah satu sentimen positif.
“Untuk minggu depan [pekan ini], saya perkirakan indeks di kisaran 4.500–5.000. Saham perbankan dan consumer goods patut untuk diperhatikan setelah BI Rate yang tidak jadi naik,” kata analis PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe, Jumat (16/8/2013).
Dia menambahkan BI Rate yang tidak jadi dinaikkan kembali sebenarnya membawa angin segar bagi pergerakan indeks. Namun, inflasi yang tinggi dan rupiah
yang terus melemah, memberikan tekanan kepada IHSG. (Giras Pasopati)