Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rerata Laba Bersih Operator Ponsel 4,5%

Bisnis.com, JAKARTA-Pangsa pasar yang sudah matang dan tingginya beban operasional menyebabkan pertumbuhan laba bersih emiten operator telekomunikasi stagnan pada paruh pertama 2013.

Bisnis.com, JAKARTA-Pangsa pasar yang sudah matang dan tingginya beban operasional menyebabkan pertumbuhan laba bersih emiten operator telekomunikasi stagnan pada paruh pertama 2013.

Rerata pertumbuhan laba bersih lima perusahaan telekomunikasi yang melantai di bursa saham tercatat hanya 4,5% pada semester  pertama. Sedangkan rerata pertumbuhan omzet sebesar 18,5%.

Dari lima emiten operator telekomunikasi yang melantai di bursa saham, hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang membukukan pertumbuhan laba bersih positif sebesar 10,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kompetitor operator GSM lain PT XL Axiata Tbk mengalami penurunan laba bersih mencapai 54%.

PT Indosat Tbk dan PT Bakrie Telecom Tbk mengalami penyusutan kerugian masing-masing 28% dan 61%, sementara itu PT Smartfren Telecom Tbk malah mengalami pembengkakan kerugian.

Analis PT Indosurya Asset Management Fridian Warda menilai perkembangan pasar pengguna layanan telekomunikasi sudah terlalu matang sehingga pertumbuhan kinerja perusahaan operator ponsel tidak akan melesat hingga dua digit. "Industrinya sudah mature dan kapasitasnya sudah besar jadi pertumbuhannya tidak akan booming seperti awal-awal dulu,"ujarnya kepada Bisnis, Rabu(1/8/2013).

Keterangan                        Pendapatan                                       Laba Bersih

(dalam Rp Tril)  2013       2012       %                            2013       2012       %

TLKM                     40,16     36,72     9,37                        7,12        6,43        10,7

EXCL                      10,29     10,12     1,67                        0,67        1,46        -54

ISAT                       11,71     10,26     14,2                        -0,231    -0,18      28

FREN                     1,13        0,67        68                           -0,831    -0,674    -23

BTEL                       1,11        1,12        -0,5%                     -0,292    -0,749    61

Tidak hanya itu, tingginya beban operasional yang harus ditanggung hampir seluruh emiten juga menyebabkan minimnya pertumbuhan laba yang dicapai.

Telkom misalnya, mengalami pertumbuhan omzet sebesar 9,37% disumbang oleh pendapatan interkoneksi yang naik 23,3% dan omzet data, internet dan jasa yang meningkat 18%.

Kendati demikian, pendapatan akhirnya harus tergerus oleh timbulnya lonjakan beban operasional menjadi Rp26,31 triliun dari semula Rp24,42 triliun. Terdiri dari  beban operasional, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi yang mengalami peningkatan 18,18%, beban karyawan 10,56%, beban interkoneksi 11,26%, serta beban umum dan administrasi 13,19%.

XL Axiata pun tak berbeda jauh, operator yang dikuasai perusahaan asal Negeri jiran itu harus rela hanya mengantongi pertumbuhan omzet 2%, kemudian ditekan pula oleh usaha Rp9,03 triliun dari sebelumnya Rp7,89 triliun.

Secara rinci, beban interkoneksi dan beban langsung naik 52%, beban infrastruktur tumbuh 10,9%, beban penyusutan meningkat 9,2%, beban penjualan dan pemasaran menggelembung 14,6%. Sementara itu, beban gaji dan beban perlengkapan menurun masing-masing 1,2% dan 21%.

Meski kerugian selisih kurs bersih juga menyusut 49,7%, tapi tak juga mampu menahan raihan laba bersih yang anjlok 54% menjadi Rp670,43 miliar dari Rp1,46 triliun.

Indosat yang membukukan pertumbuhan omzet 14% harus menelan pembengkakan beban operasional yang mencapai 18,9%. Ironisnya, Smartfren yang membukukan pertumbuhan omzet hingga 68% justru harus mengalami penggelembungan kerugian akibat tingginya beban usaha dari rp1,51 teiliun menjadi Rp1,92 triliun.

Hanya Bakrie Telecom yang melakukan efisiensi biaya menjadi Rp1,01 triliun dari semula Rp1,41 triliun.Beban penyusutan menurun 41%, beban operasi dan pemeliharaan menyusut 15,5%, beban umum dan administrasi -4,76%, beban penjualan dan pemasaran -33%.

Direktur Keuangan Bakrie Telecom Bachder Bachtarudin menyampaikan pihaknya memang melakukan efisiensi mencapai 30% dari pengeluaran periode yang sama tahun lalu.

Fridian mengungkapkan industri telekomunikasi merupakan sektor padat modal sehingga perseroan sulit menghindari tingginya beban usaha. 

Sebagai solusi, lanjutnya, perseroan bisa saja membebani biaya kepada konsumen dengan meningkatkan tarif layanannya. Pasalnya,  persaingan operator ponsel saat ini cenderung lebih sehat.

"Prospek emiten telko pada dasarnya defensif, tidak pernah mati. Banyak perkembangan teknologi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber income, di tengah pasar yang sudah lebar," ungkapnya.a

Dia menyarankan operator ponsel untuk melakukan konsolidasi demi perkembangan usaha yang berkelanjutan. Hal itu perlu dilakukan untuk menggaet konsumen yang sudah ada tanpa berupaya keras mengembangkan usaha baru. Salah satu cara yang tepat ditempuh oleh XL yang berencana mengakuisisi Axis dalam waktu dekat.

"Penguasa telko saat ini ada tiga perusahaan dengan Telkom sebagai pemimpin. Kalau yang lain ingin survive dan mengalahkannya, sebaiknya bergabung," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lavinda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper