BISNIS.COM, JAKARTA—Pasar obligasi global turun paling tajam selama Mei setelah dolar AS menguat dan harga saham mencapai rekor tertinggi di tengah spekulasi penguatan ekonomi AS yang akan membuat bank sentral negara itu menurunkan simulus moneternya.
Lebih dari US$40 triliun nilai obligasi berdasarkan Global Broad Market Index, turun 1,5 %, terutama dipicu penurunan rerata sebesar 2% atas obligasi pemerintah. MSCI World Index turun 0,3% sementara Standard & Poor’s 500 mencatat rekor tertinggi. Penurunan per bulan tersebut merupakan yang paling tajam dalam sembilan tahun.
Indeks Dolar AS merosot 2% setelah mata uang AS tersebut menguat terhadap seluruh mata uang utama. Adapun S&P GSCI Total Return Index untuk logam, bahan bakar dan produk pertanian, turun 1,5% per bulan setelah terperosok paling dalam sejak Mei 2012 lalu.
Peningkatan tunjangan karyawan dan penambahan perumahan serta meningkatnya kepercayaan konsumen menunjukkan pemulihan ekonomi AS sedang berlangsung. Ekonomi terbesar dunia itu menemukan kembali momentumnya sehingga pedagang percaya bank sentral AS akan menurunkan belanja utang bulanan yang mencapai UIS$85 miliar akhir tahun ini. Sementar negar-negara anggota Oorganisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi global lebih cepat dipicu oleh pemlihan ekonomi AS dan Jepang.
“Upaya investors’ untuk mengakses apa yang akan dilakukan bank sentral AS terhadap program pembelian obligasi sangat menentukan bagi kinerja seluruh kelompok aset,” ujar Neil Mackinnon, seorang ahli strategi global VTB Capital Plc in London pada akhir pekan lalu sebagaiman dikutip Bloomberg, Senin (3/6/2013).
Menurutnya, pasar sangat sensitif terhadap pemikiran bahwa bank sentral AS kemungkinan mengendorkan belanja utang.