Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berlanjut untuk perdagangan hari ketiga berturut-turut, Selasa (6/6/2017), tertekan oleh kekhawatiran seputar ketegangan politik antara Qatar dan sejumlah negara Arab yang dapat mengacaukan upaya OPEC untuk memperketat pasar.
Selain itu, menurut para pedagang, kenaikan berlanjut dalam produksi Amerika Serikat (AS) turut menekan harga minyak mentah acuan.
Harga minyak WTI kontrak Juli 2017 melemah 0,57% atau 0,27 poin ke US$47,13 per barel pada pukul 10.58 WIB, setelah dibuka stagnan di posisi 47,40.
Adapun patokan Eropa minyak Brent untuk kontrak Agustus 2017 melemah 0,57% atau 0,28 poin ke US$49,19, setelah dibuka dengan kenaikan 0,20% atau 0,10 poin di posisi 49,57.
Sejumlah negara Arab, di antaranya Saudi Arabia, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA), kemarin memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, yang dituding mendukung Iran dan militan Islamis.
Salah satu langkah pemutusan hubungan dilakukan dengan mencegah pengiriman kapal yang datang dari atau ke Qatar untuk berlabuh di Fujairah, UEA. Akses tersebut digunakan oleh kapal tanker minyak dan gas alam cair (LNG) Qatar untuk mengambil bahan bakar pengiriman baru.
Menurut para analis, perselisihan politik saat ini terlihat berlangsung lebih dalam dibandingkan dengan perpecahan serupa pada tahun 2014.
“Langkah-langkah oleh aliansi anti-Qatar mengindikasikan komitmen untuk memaksa perubahan menyeluruh dalam kebijakan Qatar atau menciptakan kondisi bagi perubahan kepemimpinan di Doha,” papar konsultan risiko politik, Eurasia Group, dalam risetnya, seperti dikutip dari Reuters.
Dengan jumlah produksi minyak mencapai sekitar 620.000 barel per hari (bph), angka produksi minyak mentah Qatar merupakan salah satu yang terkecil di antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Akan tetapi, ketegangan yang terjadi di dalam kartel dapat melemahkan kesepakatan untuk menahan produksi demi mendorong harga minyak.
Greg McKenna, kepala strategi pasar AxiTrader, mengatakan bahwa langkah boikot terhadap Qatar membuka kesempatan retaknya solidaritas OPEC seputar upaya pemangkasan produksinya.
Menurut para pedagang, meskipun Qatar adalah produsen minyak berskala kecil, negara-negara OPEC lainnya dapat melihat tindakan semacam itu sebagai alasan untuk berhenti menahan produksi mereka sendiri.
Kekhawatiran akan prospek dorongan OPEC untuk mengendalikan produksi datang di tengah meningkatnya persediaan dari area lain, terutama Amerika Serikat.
Produksi minyak mentah AS telah melonjak lebih dari 10% sejak pertengahan 2016 menjadi 9,34 juta bph, mendekati tingkat produksi produsen utama Rusia dan Arab Saudi.
“Peningkatan produksi minyak AS yang tak henti-hentinya tampaknya membuat pasar khawatir bahwa upaya pemangkasan OPEC akan benar-benar dihapuskan oleh peningkatan produksi AS,” ujar William O'Loughlin, analis Rivkin Securities.