Bisnis.com, JAKARTA —Emiten Grup Astra, PT United Tractors Tbk. (UNTR) tengah bergeliat melakukan diversifikasi bisnis ke arah non-batu bara. Langkah akuisisi tambang pun disiapkan.
Presiden Direktur United Tractors Frans Kesuma mengatakan saat ini UNTR sedang dalam fokus ke bisnis pertambangan mineral. Pengembangan sudah dijalankan ke dalam dua komoditas tambang mineral, yakni emas dan nikel.
Di bisnis tambang emas, perseroan mengandalkan dua anak usahanya, yaitu PT Agincourt Resources dan PT Sumbawa Jutaraya (SJR). Sementara itu, di bisnis mineral nikel UNTR dijalankan oleh Nickel Industries Limited (NIC) dan PT Anugerah Surya Pacific Resources (ASPR).
“Ke depan, kami terus cari komoditas lain misalnya tembaga. Sementara ini, mineral lainnya sedang dalam studi karena mesti lihat juga industrinya sendiri ke depan,” kata Frans dalam konferensi pers public expose Astra pada Rabu (27/8/2025).
Selain itu, United Tractors pun menyiapkan dari sisi teknikal dalam memproses pengembangan mineral-mineral lainnya.
“Kalau dibilang yang sudah berprogres, ada dua komoditas emas dan nikel. Yang lain sedang penjajakan di sektor berbeda dengan emas dan nikel,” tutur Frans.
Sebelumnya, Direktur United Tractors Iwan Hadiantoro juga menjelaskan United Tractors secara konsisten terus memperbesar portofolio pada tambang non-batu bara seperti logam dan mineral.
"Kami fokus tetap di komoditas seperti nikel, emas, dan lainnya. Kalau ada peluang di sektor bauksit, misalnya, akan kami pertimbangkan," kata Iwan dalam konferensi pers United Tractors pada beberapa waktu lalu.
Menurut Iwan, United Tractors juga tengah menjajaki sejumlah proyek tambang mineral. Akan tetapi, Iwan menuturkan belum bisa menyebut nama-nama proyek tersebut saat ini. Adapun, anak usaha Grup Astra ini menyiapkan dana hingga US$1 miliar untuk kegiatan akuisisi.
Dia menuturkan UNTR berharap pada 2030 dapat menyeimbangkan kontribusi dari pendapatan batu bara dan non-batu bara.
Sebagaimana diketahui, UNTR telah terjun ke pertambangan emas dengan mengakuisisi PT Sumbawa Juta Raya dan pada 2018 mengakuisisi PT Agincourt Resources.
UNTR juga bergeliat mengembangkan bisnis nikel melalui tambang Stargate di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Sebagai informasi, UNTR memiliki satu tambang nikel dengan cadangan mencapai 81,5 miliar ton ore nikel. Tambang tersebut diberi nama tambang Stargate.
Khusus 2025, UNTR menargetkan produksi bijih nikel dari tambang Stargate sekitar 2 juta wet metric ton (wmt). Target tersebut naik tipis dari realisasi produksi bijih nikel di sepanjang 2024 yang sebesar 1,9 juta.
Sebelumnya, pada 2023, UNTR resmi mengakuisisi 857 juta saham atau setara 19,9% kepemilikan di Nickel Industries (NIC). Dengan langkah ini, UNTR juga memiliki hak atas empat smelter RKEF dengan total 12 line milik NIC yang terletak di dua tempat berbeda, yaitu di Morowali, Sulawesi Tengah dan Weda Bay, Maluku Utara. Adapun, untuk dua line RKEF masih dalam tahap konstruksi.
Selain di bisnis tambang emas dan nikel, UNTR juga tercatat telah mengakuisisi perusahaan sektor panas bumi atau geotermal, PT Supreme Energy Rantau Dedap melalui anak usaha PT Energia Prima Nusantara.
UNTR sendiri tercatat telah membukukan pendapatan bersih sebesar Rp68,5 triliun pada paruh pertama 2025, naik 6% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp64,5 triliun.
Pendapatan tersebut sebesar Rp26,1 triliun berasal dari segmen kontraktor penambangan, 7% lebih rendah dari semester I/2024. Lalu sebesar Rp20,9 triliun dari segmen mesin konstruksi, yang naik 34% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kemudian, sebesar Rp13,4 triliun dari segmen pertambangan batu bara termal dan metalurgi, atau 14% lebih rendah dari paruh pertama 2024. Sisanya sebesar Rp7,0 triliun didapatkan UNTR dari segmen pertambangan emas dan mineral lainnya, naik 60% lebih tinggi dari semester pertama 2024.
Adapun, laba bersih UNTR turun 15% menjadi Rp8,1 triliun. Penurunan laba bersih ini disebabkan oleh penurunan kinerja dari segmen kontraktor penambangan yang terkendala curah hujan tinggi dan segmen pertambangan batu bara termal dan metalurgi akibat harga jual batu bara yang lebih rendah.