Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kedoya Adyaraya (RSGK) Buka Suara soal Impor Alkes AS Usai Perjanjian Dagang

PT Kedoya Adyaraya Tbk. (RSGK) menyatakan kehadiran alat kesehatan asal AS pasca perjanjian dagang Indonesia–AS belum tentu berdampak pada kinerja perseroan.
RS EMC Grha Kedoya./emc.id
RS EMC Grha Kedoya./emc.id

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pengelola RS Grha Kedoya, PT Kedoya Adyaraya Tbk. (RSGK) menyebut, kehadiran sejumlah alat kesehatan asal Amerika Serikat (AS) selepas perjanjian dagang Indonesia–AS diteken, belum tentu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perseroan secara langsung.

Pasalnya, Direktur Kedoya Adyaraya Armen Antonius Djan menerangkan, penyediaan alat kesehatan di sejumlah rumah sakit di Indonesia, memiliki distributornya masing-masing.

Pada Grup RSGK misalnya, perseroan telah lama menjalin kerja sama dengan distributor alat kesehatan asal Eropa. Teranyar, RSGK mendatangkan Positron Emission Tomography (PET) Scan dari Jerman senilai Rp200 miliar.

Armen menerangkan, meskipun potensi persaingan harga selepas perjanjian terbuka lebar, tetapi harga bukan satu-satunya faktor penentu keputusan perseroan membeli alat-alat kesehatan asal AS.

Salah satu alasannya, keputusan pembelian alat kesehatan perseroan berada di tangan para dokter. Secara teknis, para dokter RSGK akan menilai kompetensi alat tersebut dan kecocokannya.

Bisa jadi mungkin harga barang-barang Amerika jadi lebih murah, tapi mungkin belum tentu teknologinya, bukan berarti Amerika kalah canggih, tapi bisa jadi mungkin teknologi yang dibutuhkan kita di sini teknologi dari Jerman misalnya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (24/7/2025).

Maka dari itu, kehadiran berbagai alat kesehatan dari AS selepas perjanjian dagang tersebut, belum tentu mempengaruhi keputusan pembelian alat kesehatan oleh RSGK. Bahkan, selama ini, perbandingan impor teknologi AS dan Eropa di RSGK mencapai sekitar 30:70.

Armen menerangkan, pihaknya justru lebih berharap sejumlah impor obat-obatan dari Amerika Serikat. Dia menyebut, ada beberapa pasien yang mengeluhkan harga obat di Indonesia yang lebih mahal ketimbang Malaysia.

Dengan penerapan tarif 0% impor terhadap obat-obatan AS, Armen berharap, harga obat yang dibanderol di Indonesia mampu bersaing dengan obat-obatan dari Penang, Malaysia.

“Kami juga bingung, kami bukan mau jualnya mahal, tapi istilahnya barang-barang yang sudah kami beli juga harganya sudah tinggi,” katanya.

Selain obat-obatan, beragam alat-alat implant juga dinanti oleh RSGK dalam proses perjanjian dagang ini.

“Ini mungkin agak lumayan banyak dari Amerika, yang kita sebut protesa implant. Kayak ring buat jantung, lutut buatan. Nah barang-barang ini yang kita harapkan,” katanya.

________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro