Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Menguat Dua Pekan Beruntun

Dolar AS menguat dua pekan berturut-turut karena data ekonomi kuat dan pasar tenaga kerja tangguh, menggoyahkan ekspektasi pelonggaran suku bunga oleh The Fed.
Pegawai menunjukan mata uang dolar AS dan rupiah di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (15/7/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang dolar AS dan rupiah di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (15/7/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Ringkasan Berita
  • Dolar AS menguat selama dua pekan berturut-turut, didorong oleh data ekonomi yang kuat dan keraguan pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
  • Dolar AS juga diproyeksi mencatatkan kenaikan bulanan pertamanya sepanjang tahun 2025 pada Juli 2025.
  • Imbal hasil obligasi pemerintah AS melemah, dengan kurva imbal hasil melebar di tengah ketidakpastian kebijakan The Fed dan spekulasi mengenai posisi Jerome Powell.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat menguat sepanjang pekan lalu, menutup pekan keduanya di zona hijau menyusul data ekonomi yang menggoyahkan ekspektasi pelonggaran suku bunga oleh The Fed.

Melansir Bloomberg, Senin (21/5/2025), meski melemah di akhir sesi Jumat pekan lalu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama naik sekitar 1,3% sejak 7 Juli.

Ini adalah kenaikan dua mingguan terbaik sepanjang 2025, meski secara tahunan dolar AS masih melemah sekitar 8% usai semester pertama yang penuh tekanan.

Kinerja mata uang AS ini terdongkrak oleh sejumlah rilis data ekonomi yang menunjukkan konsumsi domestik tetap kuat dan pasar tenaga kerja yang tangguh. Muncul pula sinyal awal bahwa tarif perdagangan Presiden Donald Trump mulai merambat ke harga-harga konsumen.

Kondisi ini membuat pelaku pasar mulai ragu bahwa pemangkasan suku bunga akan segera dilakukan. Kontrak swap suku bunga kini mencatat peluang sebesar 58% untuk pemangkasan pertama pada September.

Analis mata uang Barclays Skylar Montgomery Koning mengatakan dolar AS mendapatkan dorongan bulan ini dari kombinasi data ekonomi yang kokoh dan indikasi awal bahwa tarif mulai menekan inflasi.

“Gabungan data ini membuat argumen untuk kebijakan dovish dari The Fed menjadi jauh lebih sulit dipertahankan,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg.

Pada Jumat (18/7/2025), Gubernur The Fed Christopher Waller kembali menyuarakan dukungannya terhadap pemangkasan suku bunga bulan ini, yang sempat mengangkat harga obligasi pemerintah AS, terutama surat utang jangka pendek, sekaligus menekan dolar. Namun, peluang untuk pemangkasan pada Juli tetap dinilai sangat kecil oleh pasar.

Dolar AS Incar Kenaikan Bulanan Pertama 2025

Di hari yang sama, data dari Commodity Futures Trading Commission menunjukkan spekulan non-komersial, termasuk manajer dana dan investor institusional lainnya, menambah posisi jual terhadap dolar dalam sepekan hingga 15 Juli.

Mereka kini mengelola posisi senilai sekitar US$17,5 miliar yang mempertaruhkan pelemahan dolar, turun dari US$18,6 miliar di pekan sebelumnya.

Namun, harga opsi mencerminkan sentimen penguatan moderat untuk dolar hingga akhir tahun. Indikator “six-month risk reversal” — yang mencerminkan permintaan terhadap opsi beli versus opsi jual — berubah positif dalam sepekan terakhir, menandakan trader mulai bersedia membayar lebih untuk bertaruh pada penguatan dolar.

Imbal Hasil Treasury AS

Imbal hasil obligasi pemerintah AS melemah di seluruh tenor pada Jumat. Level terendah sesi tercapai usai Waller, dalam wawancara bersama Bloomberg TV, mengulang argumentasinya bahwa pelonggaran moneter layak dipertimbangkan mengingat tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja.

Ia juga menyatakan kesiapannya untuk menggantikan Jerome Powell jika diminta, meski menegaskan belum ada pembicaraan formal.

Imbal hasil obligasi dua tahun — acuan paling sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter — ditutup turun sekitar empat basis poin menjadi 3,87%.

Secara mingguan, pergerakan imbal hasil tergolong terbatas. Namun kurva imbal hasil mengalami pelebaran mencolok, dengan selisih antara obligasi tenor lima tahun dan 30 tahun kini melewati 100 basis poin — mencerminkan meningkatnya ketidakpastian pasar terhadap arah kebijakan The Fed di tengah spekulasi bahwa Trump mungkin akan mencopot Powell.

“Meski Trump membantah rencana untuk memberhentikan Powell dalam waktu dekat, ketidakpastian yang menyelimuti masih tinggi — dan itu ikut memicu diskon pada obligasi jangka panjang,” tulis analis JPMorgan Chase & Co. yang dipimpin oleh Jay Barry.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro