Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat menguat sepanjang pekan lalu, menutup pekan keduanya di zona hijau menyusul data ekonomi yang menggoyahkan ekspektasi pelonggaran suku bunga oleh The Fed.
Melansir Bloomberg, Senin (21/5/2025), meski melemah di akhir sesi Jumat pekan lalu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama naik sekitar 1,3% sejak 7 Juli.
Ini adalah kenaikan dua mingguan terbaik sepanjang 2025, meski secara tahunan dolar AS masih melemah sekitar 8% usai semester pertama yang penuh tekanan.
Kinerja mata uang AS ini terdongkrak oleh sejumlah rilis data ekonomi yang menunjukkan konsumsi domestik tetap kuat dan pasar tenaga kerja yang tangguh. Muncul pula sinyal awal bahwa tarif perdagangan Presiden Donald Trump mulai merambat ke harga-harga konsumen.
Kondisi ini membuat pelaku pasar mulai ragu bahwa pemangkasan suku bunga akan segera dilakukan. Kontrak swap suku bunga kini mencatat peluang sebesar 58% untuk pemangkasan pertama pada September.
Analis mata uang Barclays Skylar Montgomery Koning mengatakan dolar AS mendapatkan dorongan bulan ini dari kombinasi data ekonomi yang kokoh dan indikasi awal bahwa tarif mulai menekan inflasi.
Baca Juga
“Gabungan data ini membuat argumen untuk kebijakan dovish dari The Fed menjadi jauh lebih sulit dipertahankan,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg.
Pada Jumat (18/7/2025), Gubernur The Fed Christopher Waller kembali menyuarakan dukungannya terhadap pemangkasan suku bunga bulan ini, yang sempat mengangkat harga obligasi pemerintah AS, terutama surat utang jangka pendek, sekaligus menekan dolar. Namun, peluang untuk pemangkasan pada Juli tetap dinilai sangat kecil oleh pasar.
Dolar AS Incar Kenaikan Bulanan Pertama 2025
Di hari yang sama, data dari Commodity Futures Trading Commission menunjukkan spekulan non-komersial, termasuk manajer dana dan investor institusional lainnya, menambah posisi jual terhadap dolar dalam sepekan hingga 15 Juli.
Mereka kini mengelola posisi senilai sekitar US$17,5 miliar yang mempertaruhkan pelemahan dolar, turun dari US$18,6 miliar di pekan sebelumnya.
Namun, harga opsi mencerminkan sentimen penguatan moderat untuk dolar hingga akhir tahun. Indikator “six-month risk reversal” — yang mencerminkan permintaan terhadap opsi beli versus opsi jual — berubah positif dalam sepekan terakhir, menandakan trader mulai bersedia membayar lebih untuk bertaruh pada penguatan dolar.
Imbal Hasil Treasury AS
Imbal hasil obligasi pemerintah AS melemah di seluruh tenor pada Jumat. Level terendah sesi tercapai usai Waller, dalam wawancara bersama Bloomberg TV, mengulang argumentasinya bahwa pelonggaran moneter layak dipertimbangkan mengingat tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja.
Ia juga menyatakan kesiapannya untuk menggantikan Jerome Powell jika diminta, meski menegaskan belum ada pembicaraan formal.
Imbal hasil obligasi dua tahun — acuan paling sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter — ditutup turun sekitar empat basis poin menjadi 3,87%.
Secara mingguan, pergerakan imbal hasil tergolong terbatas. Namun kurva imbal hasil mengalami pelebaran mencolok, dengan selisih antara obligasi tenor lima tahun dan 30 tahun kini melewati 100 basis poin — mencerminkan meningkatnya ketidakpastian pasar terhadap arah kebijakan The Fed di tengah spekulasi bahwa Trump mungkin akan mencopot Powell.
“Meski Trump membantah rencana untuk memberhentikan Powell dalam waktu dekat, ketidakpastian yang menyelimuti masih tinggi — dan itu ikut memicu diskon pada obligasi jangka panjang,” tulis analis JPMorgan Chase & Co. yang dipimpin oleh Jay Barry.