Bisnis.com, JAKARTA – Delapan emiten resmi angkat koper dari papan perdagangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat mengalami penghapusan pencatatan atau delisting pada 21 Juli 2025.
Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI Adi Pratomo Aryanto dan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEi Lidia M. Panjaitan mengatakan Bursa memutuskan penghapusan pencatatan kepada delapan emiten dan dua saham prefren.
Adapun kedelapan perusahaan tersebut antara lain PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Grand Kartech Tbk. (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS), PT Steadfest Marine Tbk. (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS), dan PT Nipress Tbk. (NIPS).
Sementara itu, dua saham preferen yang delisting ialah milik PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMIP) dan PT Hanson International Tbk. (MYRXP).
Keputusan delisting itu merujuk pada Pengumuman Bursa nomor Peng-DEL-00009/BEI.PP2/12-2024 dan Peng-DEL- 00001/BEI.PP3/12-2024 tanggal 19 Desember 2024 perihal Pembatalan Pencatatan Efek (Delisting) Perusahaan Tercatat (Dalam Pailit) dan menunjuk pada Peraturan Bursa Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting).
Dalam beleid tersebut, Bursa membatalkan pencatatan saham perusahaan tercatat apabila memenuhi satu atau lebih dari tiga faktor yang ditentukan BEI.
Pertama, mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, tidak memenuhi persyaratan pencatatan di Bursa. Ketiga, saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Berdasarkan catatan Bisnis, kedelapan perusahaan itu akan delisting dari Bursa karena pailit. Seperti diberitakan Bisnis, PT Hanson International Tbk. (MYRX) terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Benny Tjokrosaputro. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 172,969,221 lembar saham MYRX atau setara dengan 15,43% dalam kasus ini.
Sebelumnya, Bursa telah memberikan waktu sejak 18 Januari 2025 hingga 18 Juli 2025 bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk melaksanakan pembelian kembali saham atau buyback.
Kewajiban buyback saham oleh perusahaan tercatat yang terkena force delisting diatur dalam POJK 45/2024 Pasal 8 Ayat (3).
“Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat, maka perseroan tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama perseroan dari daftar perusahaan tercatat,” tulis manajemen Bursa dalam keterbukaan informasi, Jumat (18/7/2025).
Meski demikian, sepanjang perseroan masih merupakan perusahaan publik, maka perseroan tetap wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mematuhi ketentuan mengenai keterbukaan informasi dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.