Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), emiten maskapai, telah merealisasikan dana hasil rights issue sebesar Rp7,77 triliun dengan porsi terbanyak dihabiskan untuk perawatan dan restorasi pesawat.
Berdasarkan keterbukaan informasi, GIAA telah menghimpun dana hasil rights issue lewat Penawaran Umum Terbatas (PUT) II pada 2 Desember 2022 sebesar Rp7,79 triliun. Jika dikurangi biaya penawaran umum, maka hasil bersihnya sebesar Rp7,77 triliun.
Adapun realisasi penggunaan dana rights issue per 30 Juni 2025 sudah mencapai Rp7,77 triliun. Sisa dana hasil rights issue GIAA hanya sebesar Rp1,07 miliar.
Secara terperinci, dana hasil rights issue itu digunakan untuk maintenance dan restorasi pesawat sebesar Rp3,6 triliun. Dana untuk maintenance dan restorasi itu mencapai 46,29% dari keseluruhan hasil rights issue. Adapun, dana hasil rights issue untuk maintenance dan restorasi itu telah 100% dimanfaatkan GIAA.
Kemudian, pemenuhan maintenance reserve sebesar Rp899,99 miliar. Hal itu merupakan bagian dari belanja modal (capital expenditure/capex) GIAA.
Selanjutnya, GIAA telah menghabiskan operational expenditure (opex) hasil rights issue dengan rincian untuk bahan bakar sebesar Rp1,73 triliun, biaya sewa pesawat Rp900 miliar.
Baca Juga
Lalu, GIAA memanfaatkan dana rights issue untuk biaya restrukturisasi perseroan sebesar Rp370 miliar dan modal kerja Rp275,88 miliar.
Rencananya, dana rights issue GIAA untuk modal kerja sebanyak Rp276,96 miliar. Alhasil, sisa dana untuk modal kerja mencapai Rp1,07 miliar.
Sebelumnya, pada akhir 2022 maskapai pelat merah itu secara resmi menerima dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun sebagai dukungan terhadap langkah penyehatan kinerja Garuda sebagai national flag carrier.
PMN tersebut berkaitan dengan langkah right issue dengan memberikan HMETD sebanyak 39.788.136.675 lembar saham atau senilai Rp7,79 triliun. Dana tersebut meliputi realisasi PMN serta partisipasi pemegang saham lainnya.
Seiring dengan suntikan dana itu, GIAA memang masih membukukan rugi bersih hingga ekuitas negatif. Berdasarkan laporan keuangannya, GIAA mencatatkan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta per kuartal I/2025. Meskipun, kerugian maskapai penerbangan pelat merah ini menyusut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$87,03 juta.
Penyusutan kerugian GIAA didorong oleh kinerja pendapatan usaha yang naik 1,62% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$723,56 juta pada kuartal I/2025, dibandingkan US$711,98 juta pada kuartal I/2024.
Raupan pendapatan usaha GIAA dikontribusikan terbesar dari operasi penerbangan US$668,56 juta. Kemudian, segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta. Lalu, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta.
GIAA pun masih berkutat dengan ekuitas negatif, di mana liabilitas GIAA melebihi asetnya. Tercatat, aset GIAA mencapai US$6,45 miliar per kuartal I/2025. Sementara, liabilitas GIAA mencapai US$7,88 miliar.
Alhasil, ekuitas negatif GIAA mencapai US$1,43 miliar pada periode yang berakhir 31 Maret 2025.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.