Bisnis.com, JAKARTA--Menjadi agen perubahan yang berimplikasi besar bagi ekonomi dan lingkungan sekitar bisa dimulai dari desa. Motivasi ini yang mendorong Ritno Kurniawan, Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 Bidang Lingkungan, dalam mengupayakan transformasi di kampung halamannya menjadi desa yang berdaya dan berkembang.
Berkat semangat, pendekatan sosial dan kreativitas yang dilakukannya, Ritno mampu mengajak masyarakat sekitar untuk berubah dan berdaya dengan menggagas usaha ekowisata di Desa Nyarai, Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Ritno yang memulai kiprahnya pada 2013, seusai menamatkan studinya dari Universitas Gadjah Mada ini tidak mudah. Dia membutuhkan waktu 5 tahun untuk secara bertahap mengubah pola pikir warga yang mata pencahariannya adalah hasil hutan yaitu kayu dari hutan lindung di dekat desanya.
“Aktivitas warga ini dulu mayoritas atau lebih dari 90%-nya adalah penebang kayu. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat sejak dari nenek moyangnya menganut filosofi kalau di laut makan ikan, kami di rimba makan kayu. Ini filosofi yang agak susah mengubahnya,” paparnya mengawali cerita awal perjalanan kiprahnya, di sela-sela diskusi sesi ketiga Ekonomi Hijau pada acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025, Selasa (29/7).
Sementara itu, ternyata ada sebagian warga yang ingin mengubah nasib dan tidak ingin lagi kejar-kejaran dengan aparat karena praktik pembalakan liar. Selain itu, Ritno juga kerap mendengar pendapat miring yang menyatakan bahwa berinvestasi di wilayah tersebut sulit dilakukan.
Dia juga menemukan permasalahan seputar sumber daya manusia yang belum siap untuk sadar wisata, padahal desa itu memiliki potensi pariwisata yang besar. Dia juga kerap mendengar pendapat bahwa sulit untuk mengubah mindset masyarakat setempat.
“Ternyata tidak juga [seperti itu], karena kami melakukan pendekatan dengan tokoh adat, ninik mamak, dan melibatkan mereka dalam diskusi maka ada jalannya,” ujarnya.
Pria yang berpandangan bahwa menjaga hutan adalah menjaga peradaban ini menyadari bahwa persoalan selama ini hanya masalah kurangnya pelibatan peran masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Berkat usaha Ritno dan kawan-kawannya meyakinkan dan melibatkan masyarakat dengan dukungan tokoh adat tersebut, maka gagasan untuk membangun destinasi ekowisata menjadi nyata. Desa Nyarai menjadi Desa Wisata Nyarai yang berlokasi di hutan Gamaran, Sumatra Barat.
Ritno berhasil mengubah mindset masyarakat dan mentransformasi Desa Nyarai sebagai desa wisata yang berkelanjutan dengan berbagai pengembangan usaha di antaranya usaha jasa pemandu wisata, usaha wisata arung jeram dan sebagainya.
“Tantangannya waktu itu skala ekonomi karena mereka sudah menjamin kebutuhan keluarga dari pendapatan hasil kayunya per hari tetapi menghadapi aspek risiko yaitu hukum, sementara memandu wisata itu legal, dan mereka butuh skills ini jadi tantangan buat saya bagaimana agar mereka bagus dalam hospitality, profesional dan siap dalam menerima tamu [wisatawan].”
Ritno mengatakan, dibutuhkan waktu 5 tahun untuk lepas dari masalah konflik lahan, dan bagi hasil karena tidak ada modal yang mumpuni kecuali modal anugerah alam yang luar biasa indah.
Dia menambahkan, hasil yang dicapai dari pemberdayaan masyarakat ini tidak sekadar ekowisata itu sendiri, karena sejak adanya pengembangan desa wisata tingkat pengangguran berkurang berkat munculnya jasa pemandu wisata, usaha home stay dan pedagang.
“Usaha juga bertambah dengan adanya usaha wisata arung jeram dan tiap bulan pun tamu-tamu datang, seperti tamu dari Malaysia. Artinya kami punya kekuatan dan masyarakat mampu untuk berubah serta [anugerah] alam yang ada,” paparnya.
Ekowisata di Desa Nyarai yang dapat ditempuh sekitar 40 menit dari Bandara Internasional Minangkabau ini didukung oleh 165 orang pemandu wisata, 11 homestay, 15 kepala keluarga (KK) penjual kuliner, 45 pemandu arung jeram, 35 perahu dari sebelumnya hanya 2 perahu dan 20 KK penyedia jasa makanan.
Lebih lanjut, Ritno mengatakan, selain terkoneksi dengan program SATU Indonesia Awards, program yang digagasnya juga banyak yang dikolaborasikan dengan program-program aksi Astra.
Dia memberi contoh, saat ini timnya tengah melakukan kolaborasi dengan berbagai stakeholders yaitu komunitas yang saat ini menjalankan tiga program aksi lingkungan di Aceh dan Bengkulu dalam hal penanganan limbah makanan (food waste).