Bisnis.com, JAKARTA — Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memberikan lampu hijau aksi restrukturisasi penyehatan kinerja. Terdapat sejumlah langkah restrukturisasi yang akan dijalankan GIAA.
Restrukturisasi penyehatan kinerja yang disetujui oleh pemegang saham pada RUPSLB mencakup langkah-langkah fundamental dalam penguatan basis struktur dan pengelolaan kinerja keuangan.
“Persetujuan pemegang saham pada RUPSLB hari ini merupakan titik balik bagi Garuda Indonesia dan menjadi landasan utama bagi langkah untuk menjadi maskapai yang sehat, kompetitif, dan berkelas dunia," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani dalam keterangan tertulis pada Senin (30/6/2025).
Restrukturisasi akan fokus pada perbaikan ekuitas, optimalisasi aksi strategis berupa restorasi armada, penambahan alat produksi, penyehatan kinerja usaha anak usaha, hingga akselerasi pemulihan trafik penumpang.
Garuda Indonesia juga akan menerapkan 11 langkah prioritas untuk mentransformasi usahanya. Dari aspek armada dan jaringan misalnya, emiten maskapai penerbangan pelat merah ini menargetkan penambahan armada secara bertahap hingga mencapai sekitar 120 pesawat serta melakukan ekspansi sedikitnya ke 100 rute baru hingga 2029.
Di periode yang sama, GIAA akan menguatkan ekosistem pendukung penerbangan, mendorong kolaborasi seluruh lini usaha, mendorong digitalisasi, dan meningkatkan kualitas pengalaman pengguna jasa.
Restrukturisasi penyehatan kinerja tersebut merupakan bagian dari fase berkesinambungan restrukturisasi penyelamatan kinerja yang telah dilakukan pada 2021 hingga 2023. Saat itu, fokus restrukturisasi tertuju pada penyelamatan melalui pengelolaan kewajiban usaha, restrukturisasi komposisi armada, hingga pengelolaan beban usaha.
Melalui skema restrukturisasi penyelamatan yang telah dijalankan sejak 2022, GIAA pun mampu memperbaiki nilai ekuitas dan melakukan perbaikan berbagai aspek operasional.
Berdasarkan Laporan Keuangan, GIAA masih berkutat dengan ekuitas negatif, dengan melebihi asetnya. Tercatat, aset GIAA mencapai US$6,45 miliar per kuartal I/2025. Sementara, liabilitas GIAA mencapai US$7,88 miliar. Alhasil, ekuitas negatif GIAA mencapai US$1,43 miliar pada periode yang berakhir 31 Maret 2025.
GIAA juga masih membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta per kuartal I/2025. Kerugian maskapai penerbangan pelat merah ini menyusut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$87,03 juta.
Penyusutan kerugian GIAA didorong oleh kinerja pendapatan usaha yang naik 1,62% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$723,56 juta pada kuartal I/2025, dibandingkan US$711,98 juta pada kuartal I/2024.
Raupan pendapatan usaha GIAA dikontribusikan terbesar dari operasi penerbangan US$668,56 juta. Kemudian, segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta. Lalu, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta.
Seiring dengan langkah restrukturisasi, GIAA pun akan mendapatkan dukungan dari sovereign wealth fund Tanah Air, Danantara berupa shareholder loan senilai Rp6,65 triliun atau setara dengan US$405 juta.
Terpisah, Wamildan Tsani menyatakan suntikan dana dari Danantara menjadi momentum penting untuk mengakselerasi kinerja dan mewujudkan target profitabilitas dalam waktu dekat.
“Dengan adanya corporate action dari Danantara, kami proyeksikan pada 2026 menjadi titik balik bagi Garuda Indonesia. Kami optimistis akan membukukan net income yang positif,” ujarnya dalam konferensi pers di Plaza Mandiri, Jakarta pada beberapa waktu lalu (24/6/2025).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.