Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat tinggal empat perusahaan yang masuk ke dalam pipeline penawaran perdana di pasar saham atau IPO terbaru. Sebagian perusahaan calon emiten kemudian dicoret Bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan saat ini pasar saham Indonesia sedang ramai proses IPO. Pekan ini, setidaknya ada delapan perusahaan yang akan melantai di Bursa.
Seiring dengan ramainya perusahaan yang melantai di Bursa, tinggal empat lagi perusahaan yang masuk dalam pipeline IPO BEI. Nyoman juga mengatakan terdapat sejumlah perusahaan yang kemudian keluar dari daftar pipeline IPO karena sejumlah faktor. Sebab, sampai akhir semester I/2025, pipeline IPO yang dimiliki BEI diisi oleh 20 calon emiten.
"Kalau ada yang dari list akhirnya keluar, pertama bisa jadi karena pemutakhiran data. Jadi mereka [perusahaan dalam pipeline IPO] memutuskan untuk laporan keuangannya itu diperbaharui. Atau yang kedua, ada dari mereka membutuhkan waktu, misalnya dari sisi legal dokumen. Atau yang ketiga, memang ditolak oleh Bursa," kata Nyoman di Gedung BEI pada Selasa (8/7/2025).
Sebelumnya, BEI juga mencatat sampai 20 Juni 2025, terdapat 14 emiten baru yang IPO dengan total dana yang dihimpun Rp7,01 triliun. Jumlah ini masih cukup jauh dari target BEI sebanyak 66 perusahaan tercatat tahun ini.
Selain itu, jumlah aksi IPO pada semester I/2025 menyusut dibandingkan periode yang sama pada 2024. Tercatat, sebanyak 25 emiten melepas saham perdananya ke publik pada Januari-Juni 2024. Meskipun, raupan dana IPO pada semester I/2025 naik jika dibandingkan semester I/2025 yang meraup dana segar dari IPO hingga Rp3,95 triliun.
Baca Juga
Penyusutan jumlah aksi IPO pada paruh pertama tahun ini terjadi seiring dengan langkah seleksi ketat yang dilakukan oleh regulator.
Dalam keterangan terpisah, Nyoman mengatakan dalam hal menyeleksi perusahaan IPO, proses evaluasi atas dokumen pendaftaran pencatatan efek yang berlaku di BEI dilakukan secara konsisten mengacu kepada standar evaluasi dan regulasi yang berlaku.
BEI menurutnya fokus pada calon perusahaan tercatat memenuhi persyaratan sesuai dengan regulasi sebagaimana menjadi aspek formal dalam penilaian calon perusahaan tercatat serta aspek non-formal, di antaranya going concern perusahaan, kualitas manajemen, dan aspek penilaian lainnya.
Menurutnya, menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa tentunya merupakan sebuah keputusan dan aksi korporasi strategis perusahaan yang umumnya hanya berjalan satu kali, selama perusahaan tersebut berdiri. BEI pun sangat menghargai perusahaan yang mempersiapkan sebaik dan optimal mungkin untuk menjadi perusahaan terbuka.
Keberhasilan dari sebuah perusahaan tercatat selain dari aspek struktur IPO dan momentum yang tepat, tentunya juga bergantung pada kesiapan masing-masing perusahaan. Dalam konteks ini adalah kesiapan kinerja keuangan, tata kelola perusahaan, manajemen, dan equity story yang disampaikan.
"Kami mendorong perusahaan untuk memiliki kesiapan IPO yang baik untuk kesuksesan baik pada saat IPO dan juga setelah IPO, meski persiapan ini membutuhkan waktu yang sedikit lebih panjang," kata Nyoman dalam jawaban tertulisnya pada pekan lalu (2/7/2025).
Sebelumnya, Direktur Utama BEI Iman Rachman juga mengatakan pada tahun ini BEI memang tidak hanya menargetkan jumlah IPO, akan tetapi juga kualitas IPO.
Sebagai upaya dalam mendongkrak kualitas IPO itu, BEI misalnya bekerja sama dengan stakeholders berusaha agar semakin banyak perusahaan-perusahaan mercusuar atau lighthouse melakukan IPO di BEI.
"Sebagai gambaran, tiga [IPO lighthouse] sudah listing, dan di target kami ada dua lagi,” kata Iman, dalam konferensi pers BEI pekan lalu (25/6/2025).
Dari target lima IPO lighthouse, saat ini telah tercatat tiga IPO lighthouse di BEI, yaitu PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI).
Pelaku pasar sekaligus pendiri TanCorp Hermanto Tanoko pun buka suara terkait dengan ketatnya proses IPO. Konglomerat yang juga berinvestasi pada calon perusahaan tercatat PT Merry Riana Education Tbk. (MERI) itu mengungkapkan bahwa proses persetujuan IPO saat ini sangat ketat, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
"Yang ditolak mungkin ada lebih dari 80%. Karena sebelumnya mungkin terlalu mudah, semua bisa IPO,” kata Hermanto.
Hermanto mencermati keputusan ini kemungkinan diambil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI karena banyak perusahaan-perusahaan yang tidak layak IPO sebelumnya, tetapi menjadi perusahaan IPO saat ini.
“Jadi sekarang benar-benar ada perubahan yang sangat ketat, super ketat. Tidak semua bisa disetujui kalau mau IPO itu,” katanya.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.