Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selektif Pilih Saham kala IHSG Dibayangi Sentimen Tarif Trump dan Euforia IPO

Investor disarankan membeli saham secara selektif di tengah sentimen tenggat tarif resiprokal Amerika Serikat dan semarak IPO pada awal semester II/2025.
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat (9/5/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat (9/5/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Investor disarankan membeli saham secara selektif di tengah sentimen tenggat tarif resiprokal Amerika Serikat dan semarak aksi penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) pada awal semester II/2025. 

Pada awal pekan ini, Senin (7/7/2025), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,52% atau 35,74 poin ke 6.900,93. Indeks komposit berhasil memantul kembali atau rebound setelah pada sesi pertama perdagangan turun tipis sebesar 0,05%.

Penguatan indeks terjadi usai Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa akhir Juni mencapai US$152,6 miliar atau naik US$100 juta dari bulan sebelumnya.

Di samping itu, pergerakan indeks komposit turut diwarnai sentimen aksi pencatatan saham perdana delapan calon emiten pada 2–8 Juli 2025 di Bursa Efek Indonesia.

Mereka adalah PT Asia Pramulia Tbk. (ASPR), PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA), PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN), PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk. (PMUI), PT Merry Riana Edukasi Tbk. (MERI) , PT Diastika Biotekindo Tbk. (CHEK), PT Trimitra Trans Persada Tbk. (BLOG), dan PT Pancaran Samudera Transport Tbk. (PSAT).

Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, mengatakan bahwa semarak IPO berpotensi memberikan sentimen positif di tengah kondisi market yang cukup lesu. 

Namun, dia mengungkapkan bahwa secara historis, efek dari IPO biasanya lebih bersifat sektoral dan tidak cukup kuat untuk mendorong kinerja IHSG secara keseluruhan.

“Kecuali euforia tersebut dibarengi dengan akumulasi signifikan di sektor utama seperti perbankan, konsumer dan komoditas besar sehingga potensi pengaruh ke indeks baru bisa lebih terasa luas,” pungkasnya kepada Bisnis, Senin (7/7/2025). 

Sementara itu, Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai bahwa gelombang aksi penawaran umum perdana saham memperlihatkan dua sisi koin. 

Pertama, gelaran IPO dari calon emiten seperti CDIA dan COIN berpotensi menarik likuiditas jangka pendek dan membuat IHSG cenderung sideways karena dana investor ritel terserap ke aksi tersebut. Namun, sebaliknya antusiasme ritel terhadap parade aksi penawaran umum juga berpeluang mengungkit pergerakan indeks komposit.

“Antusiasme ritel terhadap IPO bisa menciptakan sentimen positif jangka pendek, terutama jika terjadi kelebihan permintaan. Namun, euforianya bisa tertahan jika investor mulai wait and see jelang keputusan tarif AS pada 9 Juli,” tutur Sukarno kepada Bisnis.

Sentimen Tenggat Tarif Trump

Di sisi lain, baik Ekky maupun Sukarno sepakat bahwa tenggat tarif resiprokal AS pada 9 Juli mendatang bisa menjadi sumber volatilitas jangka pendek bagi IHSG. 

Ekky menyatakan jika AS resmi menaikkan tarif ke Indonesia, hal itu berisiko memperburuk sentimen dan mendorong keluarnya dana asing dari pasar domestik.

“Investor asing kemungkinan akan bersikap lebih hati-hati dan menunggu kepastian arah kebijakan dari tarif Trump sebelum kembali aktif di pasar ekuitas domestik,” ucapnya. 

Sukarno juga berpandangan serupa. Dia menilai apabila AS memberlakukan tarif baru, risiko sentimen global akan meningkat sehingga memicu capital outflow, pelemahan rupiah, menekan sektor berorientasi ekspor dan pada akhirnya membebani gerak IHSG.

Di tengah situasi tersebut, dia menyarankan investor untuk tetap selektif dan fokus pada sektor saham defensif. Pelaku pasar juga dapat memanfaatkan peluang IPO, sambil tetap menjaga porsi kas untuk mengantisipasi volatilitas pasca 9 Juli.

Adapun, Ekky juga melihat bahwa strategi yang paling rasional saat ini adalah selective buy dengan fokus pada saham-saham berfundamental kuat dan valuasi menarik. 

“Untuk investor jangka panjang, momentum koreksi saat ini justru dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk melakukan aksi buy on weakness secara bertahap,” kata Ekky. 

Dalam kesempatan terpisah, Head of Retail Research BNI Sekuritas Fanny Suherman menyatakan strategi jangka panjang tetap menjadi pilihan yang relevan dan efektif. 

Hal itu dikarenakan pendekatan jangka panjang lebih menekankan konsistensi, disiplin, dan pemahaman atas fundamental emiten. Menurutnya, strategi ini sesuai bagi investor ritel yang ingin menumbuhkan portofolio secara berkelanjutan.

Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta turut menyarankan investor untuk tetap mencermati saham dengan prospek fundamental yang solid dan menerapkan strategi akumulasi secara selektif. 

“Strateginya adalah accumulate stocks with solid prospects, gunakan strategi buy on dip, dan manfaatkan manajemen risiko secara efektif,” ucap Nafan.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper