Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Institusi Non-Bank Tambah Porsi Kepemilikan SBN

Investor institusi non-bank terpantau menambah kepemilikan mereka di instrumen obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) sejak awal tahun.
Dwi Nicken Tari,Ana Noviani
Dwi Nicken Tari & Ana Noviani - Bisnis.com
Selasa, 17 Juni 2025 | 11:45
Pegawai mengamati layar transaksi obligasi di dealing room BNI, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati layar transaksi obligasi di dealing room BNI, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Investor institusi non-bank terpantau menambah kepemilikan mereka di instrumen obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN). Kenaikan porsi tertinggi dicatatkan oleh perusahaan asuransi dan dana pensiun, diikuti oleh reksa dana.

Berdasarkan data DJPPR Kemenkeu per 12 Juni 2025, porsi kepemilikan investor non-bank di SBN rupiah yang dapat diperdagangkan tercatat total Rp3.544,38 triliun. Jumlah itu mengalami kenaikan 5,16% year-to-date dari posisi pada awal tahun senilai Rp3.370,64 triliun.

Di dalamnya, asuransi dan dana pensiun mencatat kenaikan kepemilikan sebesar 4,87% ytd menjadi Rpp1.201,44 triliun dari sebelumnya Rp1.145,55 triliun. Selanjutnya porsi reksa dana naik 4,19% ytd menjadi Rp194,85 triliun dari posisi awal tahun Rp187 triliun.

Di sisi lain, kepemilikan bank atas SBN meningkat lebih tinggi lagi yaitu sebesar 13,99% ytd menjadi Rp1.206,60 triliun, relatif hampir sama dengan kepemilikan asuransi dan dapen. Pada awal tahun, kepemilikan bank tercatat hanya Rp1.058,50 triliun.

Laras Febriany, Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), mengatakan ekspektasi redanya perang dagang dan meningkatnya preferensi dan alokasi investasi ke luar AS yang membuat indeks dolar AS melemah membuka peluang bagi pemerintah untuk terus menjaga stabilitas rupiah. 

Obligasi tenor pendek dengan durasi rendah pun dinilai menjadi instrumen surat utang yang atraktif di tengah gejolak global, serta ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia hingga akhir tahun ini. 

“Seiring dengan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate serta BI rate hingga akhir tahun ini, obligasi tenor pendek dengan durasi rendah masih menjadi opsi paling menarik dalam berinvestasi saat ini,” tuturnya. 

Selain lewat penurunan BI Rate, Laras menyampaikan ekspektasi perbaikan likuiditas pasar ke depan juga terjadi setelah BI menurunkan rasio PLM (Penyangga Likuiditas Makroprudensial) sebesar 100 bps yang diperkirakan menghasilkan tambahan likuiditas pasar senilai kisaran Rp90 triliun. 

Likuiditas juga akan meningkat seiring dengan jatuh tempo Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang  mencapai puncaknya bulan-bulan mendatang. Pada kuartal III/2025 sebesar Rp273 triliun dan kuartal IV/2025 senilai Rp224 triliun.

Laras menyampaikan dengan turunnya suku bunga acuan, imbal hasil obligasi ikut mengalami penurunan sehingga investasi pada tenor tersebut diharapkan dapat mencetak capital gain. Kupon obligasi juga dapat menjadi bantalan di tengah tingginya ketidakpastian serta volatilitas jangka pendek yang diperkirakan masih akan terjadi.

Meski demikian, sejumlah sentimen yang mempengaruhi pasar obligasi harus terus dicermati. Sentimen itu a.l. berlanjutnya volatilitas pada imbal hasil US Treasury dengan diturunkannya peringkat kredit AS, serta berlanjutnya perang tarif antara AS dan China.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper