Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat pada perdagangan Senin (16/6/2025), seiring meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah yang memulihkan kepercayaan investor terhadap aset berisiko.
Sentimen positif turut terdorong oleh laporan bahwa Iran siap melanjutkan negosiasi nuklir dengan Amerika Serikat, setelah sebelumnya ketegangan militer dengan Israel menekan pasar global.
Melansir Bloomberg, Selasa (17/6/2025), indeks S&P 500 menguat 56,29 poin atau 0,94% ke level 6.033,26. Nasdaq melonjak 1,52% ke 19.701,56, dan Dow Jones bertambah 317,79 poin atau 0,76% ke 42.519,14.
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa Iran menunjukkan itikad untuk menurunkan eskalasi, meski saling serang antara kedua negara masih berlangsung di hari keempat. Saat ditanya soal potensi intervensi militer AS, Trump memilih bungkam.
The Wall Street Journal melaporkan, mengutip pejabat Timur Tengah dan Eropa, bahwa Iran bersedia membuka kembali dialog nuklir dengan syarat AS tidak terlibat dalam aksi militer Israel. Reuters menambahkan bahwa pesan tersebut disampaikan melalui perantara Qatar, Arab Saudi, dan Oman.
Ketegangan Iran–Israel sebelumnya sempat menahan laju reli indeks S&P 500 yang mendekati level tertinggi. Namun pada Senin (17/6), pasar kembali bergairah berkat asumsi bahwa konflik tidak akan meluas ke pihak lain.
Baca Juga
“Selama eskalasi terbatas antara Israel dan Iran, dampaknya terhadap pasar global akan tetap moderat,” ujar Tom Essaye, pendiri The Sevens Report.
Chris Larkin, Direktur Pelaksana di E*Trade dari Morgan Stanley, menambahkan bahwa konflik ini mengingatkan pasar bahwa risiko volatilitas tidak hanya berasal dari kebijakan tarif. Ia menilai, saat ini pasar masih memperkirakan konflik dapat dikendalikan, namun tetap waspada terhadap potensi kejutan yang bisa menggoyang sentimen secara drastis.
Di medan konflik, situasi tetap memanas. Iran dilaporkan kembali melancarkan sejumlah serangan drone dan rudal dalam 24 jam terakhir, sementara Israel menggempur ibu kota Teheran, termasuk menghantam gedung stasiun televisi nasional dan menewaskan seorang pejabat militer senior.
Dalam laporan strategisnya, analis RBC Capital Markets yang dipimpin Lori Calvasina mengingatkan bahwa lonjakan harga minyak bisa memicu tekanan inflasi baru, yang berpotensi menggerus daya beli masyarakat dan memengaruhi arah kebijakan moneter The Fed.
“Konflik ini berpotensi mengubah narasi pasar, dari optimisme terhadap pertumbuhan menjadi kekhawatiran akan tekanan harga dan pelemahan ekonomi,” tulis tim analis RBC.
Sementara itu, tim perdagangan JPMorgan Chase & Co. melihat koreksi pasar jangka pendek justru membuka peluang akumulasi saham, khususnya bila terdapat kemajuan dalam pembicaraan tarif perdagangan global.
Kepala intelijen pasar global JPMorgan, Andrew Tyler, menyebut skenario optimistis tetap relevan, terutama bila perkembangan di kawasan dapat diredakan. Namun ia mengingatkan perlunya kewaspadaan hingga posisi AS dalam konflik benar-benar jelas.
Israel diketahui telah menggempur ladang gas South Pars milik Iran, memicu penghentian produksi pada salah satu platform. Serangan ini menyusul rentetan serangan terhadap fasilitas nuklir dan komando militer Iran pekan lalu.
Kendati demikian, infrastruktur utama ekspor minyak Iran masih utuh, dan jalur vital Selat Hormuz tetap beroperasi normal.
Sebagai catatan, sekitar 20% pasokan minyak global dikirim melalui Selat Hormuz. Gangguan apa pun di jalur ini berpotensi mendorong lonjakan tajam harga minyak dunia.