Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Celah Akumulasi Saham Bank Pelat Merah BMRI, BBRI dan BBNI

Koreksi saham bank BUMN berkapitalisasi jumbo membuka peluang akumulasi bagi investor jangka menengah hingga panjang.
Ilustrasi bank/shutterstock
Ilustrasi bank/shutterstock

Bisnis.com, JAKARTA — Saham bank BUMN berkapitalisasi besar mengalami tekanan menyusul rilis kinerja laba yang melemah per April 2025. Namun, koreksi ini membuka peluang akumulasi bagi investor jangka menengah hingga panjang.

Tiga bank pelat merah, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan penurunan laba bersih secara bank only.

Berdasarkan laporan kinerja April 2025, laba bank only BMRI turun sebesar 10% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp3,6 triliun. Adapun BBNI meraih laba Rp1,5 triliun atau turun 5% YoY, sedangkan BBRI turun 3% YoY menuju angka Rp3,9 triliun. 

Secara agregat periode Januari-April, BMRI membukukan laba bersih Rp15,2 triliun atau tumbuh 1% YoY. Sementara itu, laba bersih BBNI stagnan dengan raihan Rp6,9 triliun, sedangkan BBRI meraih Rp15 triliun atau turun 16% YoY. 

Menyusul rilis data tersebut, pasar lantas merespons negatif. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BMRI sudah turun 8,22% dalam sepekan terakhir, lalu saham BBRI terkoreksi 5,56%, dan BBNI melemah sebesar 4,44%. 

Kendati demikian, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menilai saham tiga BUMN tersebut masih prospektif. Menurutnya, penurunan laba saat ini lebih mencerminkan fase moderasi setelah siklus pertumbuhan tinggi pasca pandemi.

“Koreksi laba yang terjadi hingga tahun 2025 memang menjadi sinyal bahwa sektor perbankan tengah memasuki fase moderasi. Namun secara struktural, fundamental ketiga bank tersebut tetap solid,” ujar Ekky kepada Bisnis, Rabu (4/6/2025).

Ekky menjelaskan BMRI, BBRI, dan BBNI masih memiliki basis dana pihak ketiga (DPK) yang kuat, likuiditas sehat, serta pangsa pasar stabil di masing-masing segmen. 

Ketiga emiten tersebut juga dinilai memiliki kemampuan bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi dan suku bunga tinggi yang berlangsung sejak tahun lalu.

Sementara itu, jika dilihat dari sisi prospek, dia menyampaikan bahwa potensi penurunan suku bunga lanjutan bisa menjadi katalis positif bagi saham bank BUMN untuk mengurangi tekanan pada kinerja net interest margin (NIM) 

“Penurunan suku bunga berpotensi mengurangi tekanan terhadap NIM dan mendukung titik balik pemulihan kinerja perbankan secara menyeluruh,” tuturnya.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Ekky menilai tekanan harga saham saat ini justru dapat menjadi peluang bagi investor untuk melakukan akumulasi. Investor dengan horizon jangka menengah hingga panjang disebut bisa memanfaatkan pelemahan harga untuk mengoleksi saham bank BUMN secara bertahap.

“Ketika sentimen mulai membaik dan tekanan pada margin sudah mereda, saham-saham perbankan besar ini memiliki potensi untuk rebound seiring dengan perbaikan kinerja dan stabilitas ekonomi makro,” ungkap Ekky.

PROYEKSI

Penurunan suku bunga yang digadang-gadang terjadi pada semester II/2025 dinilai bisa memicu permintaan kredit. Seiring dengan itu, kinerja bank diharapkan mulai pulih bertahap meski risiko global dan tantangan pertumbuhan masih membayangi.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menilai bahwa saham bank BUMN dengan market cap jumbo tetap layak dikoleksi. Apalagi, sentimen teknikal juga menunjukkan tanda-tanda fase akumulasi oleh investor.

“Secara teknikal sudah mulai masuk fase akumulasi dan secara fundamental tetap kuat. Ini saham defensif yang punya potensi tumbuh,” kata Nafan kepada Bisnis.

Nafan juga mencermati bahwa kondisi sektor perbankan domestik saat ini relatif stabil. Kondisi tersebut berbeda dengan sejumlah negara lainnya yang sempat menghadapi gejolak akibat kebijakan suku bunga tinggi secara agresif.

Dia menyebutkan bahwa kebijakan Bank Indonesia (BI) dan dukungan pemerintah sejauh ini mampu menjaga likuiditas perbankan agar tetap memadai. Ini menjadi faktor penting agar bank-bank besar tetap dapat menjaga pertumbuhan kredit. 

“Akan tetapi, penyesuaian suku bunga tentu tidak bisa instan, butuh waktu beberapa bulan. Namun begitu mulai turun, akan ada momentum pemulihan, baik dari sisi permintaan kredit maupun laba bersih bank pelat merah,” ujarnya.

Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan saham BBRI dengan target harga terdekat di level Rp4.530 per saham. Jika momentum pertumbuhan terus berlanjut, target berikutnya berada di Rp4.850, dengan support berada di kisaran Rp4.300 dan Rp4.210. 

Adapun rekomendasi beli juga disematkan kepada BBNI dengan target harga pertama pada level Rp4.550 dan berpotensi tembus Rp5.500. Untuk saham BMRI, target terdekat berada di level Rp5.500 dan jangka menengah mencapai Rp7.175.

Sementara itu, dalam perkembangan lain, BMRI tetap mempertahankan target pertumbuhan kredit di kisaran 10%–12% sepanjang tahun ini meskipun BI merevisi target pertumbuhan kredit nasional menjadi 8% sampai dengan 11%.

Bank sentral sebelumnya memang melakukan koreksi atas ekspektasi pemulihan ekonomi yang semula dianggap lebih cepat. Dari proyeksi awal di kisaran 11%–13%, BI kini menurunkan target pertumbuhan kredit menjadi 8%–11% hingga akhir 2025.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara, menjelaskan keyakinan tersebut dilandaskan pada fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai masih solid.

“Kami tetap optimis bahwa pertumbuhan kredit di kisaran 10%–12% masih sangat realistis dan sejalan dengan komitmen kami mendukung penguatan ekonomi kerakyatan yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” ucap Ashidiq.

 ___________________

 

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper