Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Rebound usai OPEC+ Tahan Laju Kenaikan Produksi Juli 2025

Harga minyak menguat pada awal perdagangan Senin (2/6), setelah OPEC+ mempertahankan kenaikan produksi Juli 2025 di angka yang sama dengan dua bulan sebelumnya.
Logo Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dalam drum minyak yang dipamerkan di KTT COP29, Baku, Azerbaijan pada Rabu (13/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov
Logo Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dalam drum minyak yang dipamerkan di KTT COP29, Baku, Azerbaijan pada Rabu (13/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia menguat lebih dari US$1 per barel pada awal perdagangan Senin (2/6/2025), setelah OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kenaikan produksi bulan Juli di angka yang sama dengan dua bulan sebelumnya, sesuai dengan proyeksi pasar.

Melansir Reuters, kontrak berjangka Brent tercatat naik US$1,06 atau 1,69% ke level US$63,84 per barel, sedangkan minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate (WTI) melonjak US$1,16 atau 1,91% ke posisi US$61,95 per barel.

Pada Sabtu (31/5), Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) kembali menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari untuk Juli 2025, menegaskan tekad mereka merebut kembali pangsa pasar global dan menghukum negara-negara yang melampaui batas produksi seperti Irak dan Kazakhstan.

Selama bertahun-tahun OPEC+ memangkas produksi hingga lebih dari 5 juta barel per hari atau setara 5% dari total permintaan global. Namun sejak April, delapan anggota utamanya mulai meningkatkan suplai secara bertahap. Kenaikan awal terbilang tipis, namun kemudian melonjak tiga kali lipat untuk Mei, Juni, dan kini Juli.

Keputusan ini diambil meski pasokan tambahan terbukti menekan harga minyak mentah dunia, yang sempat anjlok ke bawah US$60 per barel pada April, titik terendah dalam empat tahun. Harga minyak ditutup di bawah US$63 per barel pada Jumat (31/5).

Analis Onyx Capital Group Harry Tchilinguirian mengatakan prioritas utama saat ini adalah pangsa pasar. Bila harga tak mampu mendatangkan pendapatan optimal, mereka berharap volume akan menutupinya.

“Jika mereka benar-benar memutuskan peningkatan produksi yang lebih besar dari ekspektasi, harga pada pembukaan pasar Senin bisa saja jatuh lebih dalam,” tulis Harry Tchilinguirian seperti dilansir Reuters.

Dalam pernyataan resminya, OPEC+ menyebut proyeksi ekonomi global yang stabil serta rendahnya inventori minyak sebagai alasan utama keputusan kenaikan produksi ini.

Namun tidak semua negara sepakat. Sumber Reuters menyebut Aljazair termasuk yang meminta penundaan penambahan pasokan. Meski begitu, mayoritas negara tetap mendukung rencana ini.

Menurut Jorge Leon dari Rystad Energy, keputusan OPEC+ merupakan sinyal keras. “Mei jadi peringatan, Juni mengonfirmasi, dan Juli menembakkan peluru peringatan,” jelasnya.

Sejauh ini, delapan negara OPEC+ telah meningkatkan atau mengumumkan penambahan total 1,37 juta barel per hari—atau 62% dari target 2,2 juta barel per hari yang ingin mereka pulihkan.

Permintaan global diperkirakan tumbuh 775.000 barel per hari pada 2025, menurut jajak pendapat Reuters. Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan kenaikan sebesar 740.000 barel per hari.

Selain target 2,2 juta barel per hari yang mulai mereka lepas sejak April, OPEC+ juga masih memiliki dua lapis pemangkasan produksi lainnya yang dijadwalkan bertahan hingga akhir 2026.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper