Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing mencetak aksi beli bersih sebesar Rp3,65 triliun selama sepekan terakhir. Sejumlah sentimen positif maupun risiko membayangi momentum aksi beli bersih ini.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menjelaskan sejauh ini sentimen positif secara jangka pendek terhadap IHSG akan datang dari potensi penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia.
"Sentimen positif lainnya adanya potensi kesepakatan antara China dengan Amerika," ujar Nico, Selasa (20/5/2025).
Di sisi lain, sejumlah risiko seperti perang tarif yang masih belum selesai, penundaan kebijakan Trump yang akan segera berakhir dan berpotensi meningkatkan volatilitas, serta tensi geopolitik yang berkepanjangan.
Di sisi lain, Nico juga melihat saat ini pasar modal Indonesia masih memiliki valuasi yang menarik dari negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Secara price earning (PE), IHSG menurutnya memiliki PE 15 kali, hanya kalah dengan Filipina yang memiliki PE 11 kali saat ini.
"Memang masih kalah saing [dari Filipina], tetapi tidak fair kalau kita hanya bandingkan seperti itu, karena ada banyak hal yang harus diperhatikan juga seperti prospek perekonomian hingga risiko makro ekonomi," ujar Nico.
Baca Juga
Namun, lanjutnya, daya tarik pelaku pasar dan investor saat ini memang tertuju kepada China dengan pemulihan ekonomi mereka yang menarik perhatian, karena ada banyak stimulus yang dijanjikan.
Sementara itu, Economist Panin Sekuritas Felix Darmawan menjelaskan tren aksi beli investor asing dapat berlanjut jika inflasi tetap terkendali dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan perbaikan. Dengan hal tersebut, investor asing cenderung melanjutkan akumulasi saham.
"Selain itu, jika Bank Indonesia memberikan sinyal pelonggaran kebijakan moneter, hal ini dapat meningkatkan daya tarik pasar saham domestik," ucap Felix.
Tren aksi net buy juga dapat berlanjut karena perkembangan positif dalam hubungan dagang global, seperti deeskalasi perang dagang AS-China. Hal tersebut diyakini dapat meningkatkan minat investor asing terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan tren net buy asing saat ini merupakan momentum yang muncul akibat meredanya sentimen perang dagang global. Di sisi lain, kata dia, secara valuasi IHSG juga berada pada level yang sangat murah, sehingga dapat mendorong pasar dalam jangka pendek.
"Namun, untuk melihat apakah tren ini akan berlanjut secara konsisten, kita perlu mencermati kembali kinerja emiten, khususnya pada laporan keuangan kuartal II mendatang," kata Ekky.
Menurut Ekky, saat ini, penguatan pasar lebih banyak didorong oleh valuasi murah, sentimen momentum, dan aliran dana asing jangka pendek (hot money), bukan oleh fundamental kinerja emiten-emiten pasar modal. Oleh karena itu, kata dia, risiko tetap perlu diwaspadai investor.
Ekky juga menyebut pilihan saham di pasar Indonesia untuk investor asing memang relatif terbatas. Hal ini tercermin dari pola akumulasi yang sebagian besar terfokus pada saham-saham perbankan dengan kapitalisasi pasar besar.
"Mengingat ukuran pasar kita yang tergolong kecil, opsi yang tersedia bagi investor institusi global memang tidak banyak," ujar Ekky.
Selain itu, lanjut Ekky, faktor risiko juga menjadi pertimbangan utama investor asing. Emiten-emiten perbankan dengan kinerja yang stabil menjadi pilihan utama investor asing karena dianggap defensif dan mampu menjaga pertumbuhan laba secara konsisten.
Ekky mencermati, di luar sektor perbankan, akumulasi juga terlihat pada saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang didorong oleh momentum penguatan harga emas global, serta INDF yang dikenal memiliki kinerja stabil dan defensif.
Di sisi lain, saham teknologi seperti PT.GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) turut dilirik karena market cap yang besar dan prospek jangka panjangnya, meskipun masih dibayangi volatilitas. Sementara itu, saham komoditas seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk.
(AADI) juga mulai masuk radar investor karena valuasinya yang menarik, dan potensi pembagian dividen setelah resmi lepas dari PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO).
"Secara umum, investor asing tampaknya cenderung memilih emiten yang memiliki stabilitas fundamental serta prospek pertumbuhan jangka menengah-panjang," ucapnya.
Ekky juga menyebut hampir semua saham yang dikoleksi asing saat ini juga direkomendasikan untuk akumulasi. Namun, yang menjadi kunci adalah timing pembelian yang tepat, mengingat fluktuasi pasar yang masih tinggi.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.