Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah diproyeksikan melanjutkan tren penguatan hingga paruh kedua 2025, didorong ekspektasi kebijakan fiskal yang lebih bijak dan tekanan terhadap dolar AS.
Melansir Bloomberg, Senin (19/5/2025), TD Securities memproyeksikan rupiah akan terapresiasi lebih dari 4% dari posisi akhir pekan lalu di Rp16.440 per dolar AS pada kuartal IV/2025.
Adapun pada perdagangan Jumat (15/5/2025), nilai tukar rupiah ditutup pada perdagangan dengan naik 0,51% atau 84 poin ke posisi Rp16.444 per dolar AS.
Sementara itu, Citigroup memperkirakan rupiah akan menguat hingga Rp16.000 pada 2026, sedagkan ING Financial Markets mematok target penguatan lebih optimistis di Rp15.200 pada akhir Desember tahun ini.
Analis makro TD Securities Alex Loo mengatakan rupiah masih tertinggal dari mata uang regional sejak awal tahun, sehingga masih memiliki ruang untuk menguat.
”Dolar AS berpotensi melemah hingga 5% pada akhir tahun karena investor mengurangi eksposur terhadap aset-aset AS, yang turut menopang rupiah,” jelasnya.
Baca Juga
Bank Indonesia mendapat ruang gerak lebih longgar setelah rupiah menguat sekitar 3% dari level terendah sepanjang masa pada 9 April lalu. Fokus pasar kini tertuju pada arah kebijakan suku bunga acuan, dengan konsensus memperkirakan BI akan menurunkan BI Rate dalam waktu dekat.
Dolar AS sendiri tengah menghadapi tekanan dari lemahnya data ekonomi dan spekulasi bahwa Presiden Donald Trump mendukung pelemahan dolar guna meningkatkan daya saing ekspor AS.
Namun, beberapa faktor domestik masih membatasi penguatan rupiah, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rendah, yang memperkuat peluang pelonggaran kebijakan moneter lanjutan oleh BI.
Ekonom emerging market Wells Fargo Securities Brendan McKenna memperkirakan BI akan memangkas BI Rate hingga 75 basis poin sepanjang 2025.
“Kami perkirakan BI akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat dan secara agresif,” jelasnya.
Arah Pasar
Di sisi lain, kepercayaan investor terhadap Indonesia mulai pulih. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mendekati wilayah bull market, sementara pasar obligasi telah menarik arus dana asing selama enam bulan berturut-turut.
Sentimen terhadap rupiah juga berpeluang menguat apabila pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen terhadap disiplin fiskal. Dana dari pemangkasan anggaran sosial miliaran dolar masih belum dimanfaatkan secara penuh, dan pelaku pasar menantikan realokasi yang lebih produktif.
“Jika terlihat adanya pergeseran pengeluaran ke arah yang lebih disiplin, misalnya pengurangan beban sosial dan komitmen lebih tegas terhadap target fiskal, rupiah bisa lebih tahan banting, bahkan mungkin kembali menguat untuk menutup pelemahan sepanjang tahun ini,” ujar McKenna.