Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Naikkan Status Emas Jadi Aset Tier 1, Indonesia Siap Adopsi?

Amerika Serikat (AS) akan mengakui emas fisik sebagai aset tier 1 dalam kerangka regulasi perbankan Basel III mulai 1 Juli 2025. Bagaimana dengan Indonesia?
Seorang karyawan memamerkan emas batangan seberat satu kilogram untuk difoto di toko Tanaka Holdings Co. di Tokyo, Jepang. Bloomberg/Akio Kon
Seorang karyawan memamerkan emas batangan seberat satu kilogram untuk difoto di toko Tanaka Holdings Co. di Tokyo, Jepang. Bloomberg/Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) akan mengakui emas fisik sebagai aset tier 1 dalam kerangka regulasi perbankan Basel III mulai 1 Juli 2025.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa sejak 2024, Komite Basel yang merancang kerangka regulasi internasional untuk bank (Basel III) sudah melirik emas fisik sebagai aset aman setara dengan uang tunai.

Alhasil, di bawah ketentuan Basel III yang akan berlaku di AS, bank diperbolehkan memasukkan emas fisik ke dalam cadangan modal inti mereka sebesar 100% dari nilai pasar. Ini berbeda dari sebelumnya yang hanya diakui 50% sebagai aset tier 3.

“Hal tersebut meningkatkan pentingnya emas dalam memastikan stabilitas dan likuiditas bank,” ujar Ibrahim dalam keterangan resmi, Selasa (13/5/2025).

Menurutnya, langkah AS untuk mengakui emas fisik sebagai aset tier 1 dalam kerangka Basel III membuka peluang bagi Indonesia untuk mengikuti jejak serupa.

Dia menilai bahwa kesiapan infrastruktur seperti kehadiran bullion bank menjadi syarat utama, dan saat ini Indonesia telah memenuhi prasyarat tersebut.

“Saya bisa prediksi pemerintah pasti akan mengadopsi Basel III, karena pemerintah juga sedang gencar meningkatkan cadangan emas,” ucap Ibrahim.

Pemerintah telah meluncurkan layanan bank emas atau bullion bank pada 26 Februari 2025. Pembentukan ini mengacu pada Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Peraturan OJK (POJK) No. 17/2024.

Aturan tersebut menetapkan bahwa lembaga jasa keuangan, yang dapat menjalankan usaha bullion, harus memiliki kegiatan utama berupa penyaluran kredit atau pembiayaan dengan modal inti minimum Rp14 triliun.

Bank umum yang memenuhi ketentuan tersebut juga diperbolehkan menjalankan usaha bullion melalui Unit Usaha Syariah (UUS). Namun, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga keuangan mikro dikecualikan dari ketentuan tersebut.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa transaksi bank emas sudah hampir mencapai Rp1 triliun sejak diluncurkan pada Februari lalu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa pihaknya membuka pintu bagi yang ingin menjalankan bullion bank, mengingat ada 17 bank yang masuk dalam bank kategori KBMI III dan IV.

Di samping itu, berdasarkan data otoritas, Indonesia berada di posisi delapan besar penghasil emas terbesar pada 2023 dengan produksi mencapai 110 hingga 160 ton.

“Dengan jumlah cadangan yang besar dan produksi emas yang solid, Indonesia dapat mengoptimalkan monetisasi emas untuk mendorong perekonomian nasional yaitu melalui pembentukan kegiatan usaha bullion ini,” ujar Dian pada April 2025.

_________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual emas. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper