Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) membukukan laba bersih sebesar US$31,37 juta atau sekitar Rp528,91 miliar pada kuartal I/2025, turun 33,97% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan per akhir Maret 2025, PGEO menorehkan pendapatan sebesar US$101,51 juta sepanjang Januari-Maret. Perolehan tersebut turun dibandingkan dengan posisi US$103,32 juta pada kuartal I/2024.
Pendapatan ini disumbangkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) area Kamojang sebesar US$39,08 juta, Ulubelu senilai US$28,12 juta, Lahendong sebesar US$21,31 juta, Lumut Balai US$10,51 juta, dan Karaha US$2,46 juta.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, beban pokok dan beban langsung lainnya tercatat meningkat 6,78% year on year (YoY) menjadi US$43,25 juta. Alhasil, PGEO meraih laba kotor senilai US$58,25 juta atau turun 7,25% YoY.
Lebih lanjut, PGEO mampu menekan beban umum dan administrasi sebesar 34,6% YoY menjadi US$3,01 juta. Namun, laba usaha tetap mengalami penurunan menjadi US$55,33 juta pada kuartal I/2025, dari sebelumnya US$58,26 juta.
Setelah memperhitungkan pendapatan dan beban lainnya, PGEO mencetak laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk atau laba bersih senilai US$31,37 juta hingga akhir Maret 2025. Capaian laba bersih PGEO itu turun 33,97% YoY dari periode sama tahun lalu sebesar US$47,51 juta.
Direktur Utama PGE Julfi Hadi menyatakan perusahaan terus memperkuat posisi sebagai pemimpin industri panas bumi di Indonesia dengan strategi operasional yang berkelanjutan.
"Pada 2024, PGE berhasil mencatat produksi listrik dan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah, yang didukung oleh peningkatan kinerja operasional di beberapa wilayah kerja panas bumi. Kinerja yang solid ini mencerminkan komitmen kami dalam mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan kontribusi terhadap transisi energi nasional," ujar Julfi dalam keterangan resmi, dikutip Senin (28/4/2025).
Direktur Keuangan PGE Yurizki Rio menambahkan PGEO tetap fokus pada pengelolaan keuangan yang prudent dan optimal untuk memastikan keberlanjutan investasi dalam pengembangan proyek panas bumi baru dan peningkatan kapasitas produksi.
"Memang beban operasi meningkat, tetapi ini merupakan bagian dari investasi strategis untuk memperkuat fondasi pertumbuhan jangka panjang dan mendukung ekspansi kapasitas lebih besar ke depan,” imbuhnya.
Dari sisi neraca keuangan, PGEO memiliki total aset senilai US$3,02 miliar pada kuartal I/2025 atau tumbuh 0,93% year to date (YtD). Perinciannya, liabilitas turun 0,3% YtD menjadi US$985,21 juta dan ekuitas tumbuh 1,56% YtD ke US$2,04 miliar.
Pada 2025, PGEO mengaku optimistis terhadap prospek pertumbuhan dengan rencana commissioning Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 MW pada tahun ini.
Perseroan menilai tambahan kapasitas ini tidak hanya memperkuat portofolio energi hijau PGEO, tetapi juga berpotensi meningkatkan pendapatan dan daya saing dalam menghadapi permintaan energi bersih yang terus berkembang.
Dalam pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, PGEO telah menggandeng perusahaan energi asal Turki, Zorlu Enerji Elektrik Üretim A.Ş, untuk menjajaki kerja sama pengembangan proyek PLTP. Kerja sama ini dituangkan dalam penandatanganan Joint Study Agreement (JSA) di Ankara, Turki, pada 10 April 2025.
Julfi Hadi mengatakan bahwa PGEO bersama Zorlu Enerji akan mengeksplorasi potensi kerja sama pengembangan panas bumi yang memperkuat strategi energi bersih kedua negara.
“Kami ingin membangun sistem energi bersih yang berdaulat, stabil, dan berpihak pada masa depan. Panas bumi merupakan kunci untuk mencapai target tersebut karena merupakan sumber energi indigenous bagi kedua negara,” ujarnya.
Menurut Julfi, kerja sama ini diharapkan dapat mempercepat transfer teknologi, membangun rantai pasok industri panas bumi di dalam negeri, serta meningkatkan daya tarik investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Kesepakatan antara PGEO dan Zorlu Enerji merupakan tindak lanjut dari Nota Kerja Sama atau Memorandum of Cooperation, yang ditandatangani antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Republik Turki pada 12 Februari 2025.