Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah gonjang ganjing perang dagang yang dipantik oleh Presiden AS Donald Trump dan meruncingnya tensi konflik geopolitik, harga emas terus mengukir rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sejumlah lembaga investasi pun bertaruh pandangan bullish terhadap prospek logam mulia bahkan hingga 2026.
Pada awal pekan ini, harga emas menyentuh rekor baru lagi di level US$3.245 per ons. Permintaan logam mulia melonjak seiring dengan pelaku pasar mencermati perkembangan terbaru tarif Trump.
Di tengah-tengah ketidakpastian agenda tarif impor yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke emas. Harga emas pun melambung hingga menyentuh US$3.245 per ons pada Senin (14/4/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas spot berada di level US$3.236 pada Senin (14/4/2025) pukul 10.42 waktu Singapura. Sementara itu, indeks dolar AS turun 0,2% ke level terendahnya sejak Oktober 2024.
Level harga emas kali ini mematahkan rekor harga emas tertinggi pada Jumat (11/4/2025). Adapun, pekan lalu saja harga emas udah naik lebih dari 6% di tengah-tengah depresiasi dolar AS.
Hingga penutupan perdagangan Senin (14/4/2025), emas spot terpantau menguat 11,71 poin atau 0,36% ke posisi US$3.222,64 per ons.
Dalam perkembangan terbarunya, pasar mencerna sinyal dari Trump yang ingin memberikan tarif terpisah untuk produk elektronik. Hal itu mendorong pelemahan greenback yang otomatis membuat emas menjadi lebih murah bagi investor asing.
Head of Research Pepperstone Group Ltd. Chris Weston mengatakan emas menjadi yang paling diuntungkan ketika dolar AS melemah.
"Sudah kita buktikan, harga emas naik signifikan. Emas tidak mungkin ditinggalkanb, tapi juga sudah overbought untuk dikejar," kata Weston, dikutip dari Bloomberg, Senin (14/4/2025).
Sejak awal tahun ini, harga emas setidaknya sudah melambung 20% karena investor memburu aset aman safe haven di tengah-tengah perang dagang. Dolar AS dan obligasi Treasury AS terpantau tidak dapat bersaing dengan emas karena terjadi aksi jual besar-besaran di aset milik AS tersebut. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan apakah dolar AS dan obligasi AS masih dapat disebut safe haven di kondisi sekarang ini.
Pada perkembangan terbaru, Goldman Sachs memperkirakan harga emas bisa menembus level US$4.000 per ons pada pertengahan 2026 ditopang oleh permintaan yang kuat atas aset safe haven tersebut.
Analis Goldman Sachs Lina Thomas memproyeksikan harga emas bisa menguat mencapai US$3.700 per ons pada akhir 2025, dan emas dapat mencapai level US$4.000 per ons pada pertengahan 2026.
Proyeksi baru ini muncul setelah emas melonjak 6,6% pada pekan lalu, dengan harga emas mencapai rekor baru di atas US$3.245 per ons pada Senin (14/4/2025).
Dia mengatakan bahwa pembelian bank sentral dunia untuk aset emas diperkirakan akan mencapai 80 ton per bulan pada tahun ini, naik dari estimasi sebelumnya sebesar 70 ton per bulan.
"Pembelian belakangan ini mengejutkan karena kenaikan harganya, kemungkinan mencerminkan permintaan para investor baru dalam melindungi aset dari risiko resesi dan penurunan harga aset berisiko," katanya dikutip Bloomberg, Senin (14/4/2025).
Para ekonom bank saat ini melihat peluang resesi sebesar 45%, dan apabila skenario itu benar-benar terjadi, maka arus masuk dana ke ETF emas dapat meningkat lebih lanjut dan mengangkat harga emas menjadi US$3.880 per ons pada akhir tahun.
Sementara itu, ahli strategi UBS Joni Teves mengatakan bahwa harga emas bisa mencapai US$3.500 per ons pada Desember 2025.
Teves mengatakan bahwa permintaan menguat untuk emas dari berbagai segmen pasar, termasuk bank sentral, fund manajer aset jangka panjang, dana makro, kekayaan pribadi, dan investor ritel.
Perubahan perdagangan global dan latar belakang geopolitik memperkuat kebutuhan para pemilik dana untuk mengalokasikan ke aset-aset yang aman.
"Rasio posisi emas terhadap total aset dana potensial melampaui level yang dicapai pada 2020, meski belum tentu mencapai puncaknya seperti pada 2012-2013," katanya.
Dia melihat bahwa investor emas saat ini telah meluas sejak guncangan finansial pada 2008. Ketidakpastian yang terus meningkatkan kebutuhan untuk mendiversifikasi portofolio, sehingga menguntungkan emas.
Sementara itu, menurutnya kondisi likuiditas yang lebih tipis sebagian karena pertumbuhan pasokan tambang yang terbatas, ditambah sejumlah besar emas juga terikat sebagai cadangan bank sentral serta ETF, bisa membuat pergerakan harga lebih tinggi.
Kinerja Saham Emiten Emas pada Senin (14/4/2025)
Kode Saham |
Harga Saham (Rp) |
Harga Saham akhir 2024 |
Kinerja Saham 1 Hari |
Kinerja Saham YtD |
ANTM |
1830 |
1525 |
8,28% |
20% |
BRMS |
362 |
346 |
4,02% |
4,62% |
AMMN |
6000 |
8475 |
14,29% |
-29,2% |
MDKA |
1440 |
1615 |
10,34% |
-10,83% |
HRTA |
575 |
354 |
1,77% |
62,42% |
ARCI |
300 |
248 |
3,45% |
20,96% |
PSAB |
300 |
234 |
2,04% |
28,2% |
Di Bursa Efek Indonesia, sentimen harga emas yang menembus rekor US$3.200 per ons dan proyeksi bullish dari sejumlah lembaga keuangan global mendorong laju saham emiten-emiten emas di Bursa Efek Indonesia.
Merujuk data Bloomberg, saham PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) berlari paling kencang dengan melonjak 62,42% secara year-to-date (YtD). Selanjutnya, saham PT Archi IndonesiaTbk. (ARCI) naik 20,96% sejak awal 2025.
Pada perdagangan kemarin, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) ditutup naik 8,28%, saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) terapresiasi 10,34% dan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) melonjak 14,29%.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.