Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham AS bergeliat usai Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan jeda tarif impor AS selama 30 hari dan menaikkan pungutan impor terhadap China. Namun, pasar obligasi di AS tertekan.
Dilansir Bloomberg, Donald Trump menunda pemberlakukan skema tarif impor timbal balik (reciprocal tariffs) selama 90 hari sebagai tanggapan atas pendekatan dari puluhan negara. Trump juga menaikkan pungutan impor China menjadi 125%.
Setelah pengumuman jeda tarif impor AS itu, pasar saham AS Wall Street kemudian membukukan hari terbaik sejak krisis keuangan global. S&P 500 menguat 9,5% yang menjadi sesi terbaiknya sejak 2008. Kemudian, Nasdaq 100 melonjak 12%.
Terdapat penambahan kapitalisasi pasar atau market cap saham AS sebanyak US$3,5 triliun setelah Trump menghentikan tarif impor AS selama 90 hari.
Saham-saham jumbo di AS yang tergabung dalam kelompok "magnificent seven" seperti Apple dan Microsoft pun mengumpulkan lebih dari US$1,5 triliun ke dalam market cap mereka pada Rabu (9/4/2025).
Adapun, kontrak berjangka untuk S&P 500 dibuka lebih tinggi pada perdagangan awal Asia. Dolar AS tergelincir untuk sementara dan kontrak berjangka Treasury menguat. Yen dan franc Swiss stabil pada Kamis (10/4/2025) pagi setelah melemah terhadap dolar pada Rabu (9/4/2025).
Di pasar keuangan global kemudian terjadi eksodus dari obligasi pemerintah AS berjangka lebih panjang. Investor obligasi pemerintah AS terpukul setelah Trump memberi jeda kebijakan tarifnya, karena beberapa manajer investasi terpaksa menjual obligasi dengan tergesa-gesa untuk mendapatkan dana tunai.
Pergerakan di pasar keuangan global itu memperpanjang perdagangan yang tidak stabil selama sepekan terakhir.
“Ini merupakan perjalanan yang naik turun selama seminggu terakhir dan kita tahu satu hal yang pasti: jika ada kepastian dalam berinvestasi, satu kepastian itu adalah bahwa pasar dan investor tidak menyukai ketidakpastian,” kata Ryan Nauman dari Zephyr dilansir Bloomberg pada Kamis (10/4/2025).
Menurutnya, kebijakan tarif tidak dapat diprediksi. Meski begitu, Nauman menyebut pemulihan pasar saat ini merupakan reli yang melegakan.
Di tengah volatilitas sesi sebelumnya, beberapa pengamat pasar menyarankan kehati-hatian dalam membaca terlalu banyak kasus bullish. Ancaman tarif Trump mungkin telah merusak kemampuan manajer investasi untuk merencanakan masa depan serta merusak hubungan internasional hingga ke titik di mana pertumbuhan ekonomi global masih diragukan.
“Jeda 90 hari merupakan tanda yang menggembirakan bahwa negosiasi dengan sebagian besar negara telah produktif, juga menyuntikkan stabilitas yang sangat dibutuhkan ke pasar yang diguncang oleh ketidakpastian. Meski begitu, kita belum keluar dari kesulitan. Hindari godaan untuk mengejar momentum dan kendalikan emosi," kata Mark Hackett dari Nationwide.
Tim Ekonom Goldman Sachs Group Inc. pun membatalkan perkiraan mereka terkait resesi AS setelah Trump mengumumkan penghentian sementara selama 90 hari kebijakan tarifnya.
"Sebelumnya, kami telah beralih ke garis dasar resesi sebagai respons terhadap tarif khusus yang mulai berlaku. Namun, kami sekarang kembali ke perkiraan garis dasar non-resesi kami sebelumnya," kata Tim Ekonom Goldman Sachs.