Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang Imbas Tarif Trump Makin Panas, Minyak Anjlok ke Level Terendah sejak 2021

Harga minyak mentah anjlok lebih dari 2% karena kekhawatiran bahwa tarif Trump bisa memicu resesi global dan memangkas permintaan energi dunia.
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah anjlok lebih dari 2% pada perdagangan Senin (7/4/2025) level terendah dalam hampir empat tahun karena kekhawatiran bahwa tarif impor dari Presiden AS Donald Trump bisa memicu resesi global dan memangkas permintaan energi dunia.

Melansir Reuters, Selasa (8/4), minyak mentah Brent ditutup turun US$1,37 atau 2,1% ke posisi US$64,21 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS terkoreksi US$1,29 atau 2,1% ke US$60,70 per barel.

Kedua acuan utama minyak tersebut sebelumnya sudah ambles sekitar 11% pekan lalu dan kini mencatatkan penutupan terendah sejak April 2021.

Perdagangan berlangsung volatil, harga sempat merosot lebih dari US$3 lalu berbalik naik lebih dari US$1 pada Senin pagi setelah beredar laporan bahwa Trump mempertimbangkan jeda tarif selama 90 hari. Namun, pasar kembali terpukul setelah Gedung Putih membantah kabar tersebut.

Konflik dagang makin panas setelah Chinamengumumkan tarif balasan sebesar 34% terhadap produk AS. Trump menanggapi dengan ancaman tarif tambahan 50% jika China tidak menarik kembali kebijakan balasannya. Trump juga menyatakan semua pembicaraan dengan Beijing akan dihentikan.

Uni Eropa turut bereaksi. Komisi Eropa mengusulkan tarif balasan sebesar 25% terhadap sejumlah barang AS sebagai respons atas kebijakan Trump terhadap baja dan aluminium, menurut dokumen yang dilihat oleh Reuters.

Sentimen pasar kian terpuruk setelah Goldman Sachs memangkas proyeksi harga minyak dan memperkirakan peluang resesi di AS mencapai 45% dalam 12 bulan ke depan.

Citi, Morgan Stanley, dan JPMorgan turut menurunkan proyeksi harga Brent. JPMorgan bahkan memperkirakan risiko resesi global sebesar 60%.

Di tengah meningkatnya ketidakpastian, Gubernur The Fed Adriana Kugler mengingatkan bahwa lonjakan harga barang dan jasa saat ini bisa jadi merupakan dampak awal dari kebijakan pemerintah. Ia menekankan bahwa menjaga inflasi tetap terkendali menjadi prioritas utama The Fed.

Namun, kenaikan suku bunga sebagai alat utama pengendali inflasi juga membawa risiko baru: membebani biaya pinjaman dan memperlambat permintaan minyak serta laju pertumbuhan ekonomi.

Reaksi Produsen

Arab Saudi pada Minggu memangkas harga jual minyak mentah untuk pasar Asia secara signifikan ke level terendah dalam empat bulan untuk pengiriman Mei.

Analis PVM Tamas Varga mengatakan penurunan harga ini menjadi sinyal kuat bahwa Arab Saudi melihat tarif Trump akan menekan permintaan minyak.

"Langkah ini menunjukkan bahwa bahkan Arab Saudi, seperti pelaku pasar lainnya, memprediksi neraca pasokan dan permintaan akan terganggu," jelasnya.

Menambah tekanan, kelompok OPEC+ memutuskan untuk mempercepat peningkatan produksi. Aliansi ini kini berencana menambah pasokan sebesar 411.000 barel per hari mulai Mei—jauh lebih besar dari rencana sebelumnya yang hanya 135.000 bph.

Selama akhir pekan, para menteri OPEC+ menekankan pentingnya kepatuhan penuh terhadap kuota produksi, dan mendesak anggota yang memproduksi berlebih untuk menyerahkan rencana kompensasi paling lambat 15 April.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper