Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan pelemahan hingga 9,32% ke level 5.903,52 pada pukul 09.30 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) usai pembukaan trading halt.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan telah melakukan tindakan trading halt atau pembekuan perdagangan sementara pada pukul 09.00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS), menyusul jatuhnya IHSG lebih dari 8%.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan hari ini, Selasa (8/4/2025) telah dilakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan atau trading halt pada sistem perdagangan di BEI pada pukul 09.00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
"Perdagangan akan dilanjutkan pada pukul 09:30:00 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan. Tindakan ini dilakukan karena terdapat penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 8%," kata Kautsar, Selasa (8/4/2025).
Kautsar melanjutkan BEI melakukan upaya ini dalam rangka menjaga perdagangan saham agar senantiasa teratur, wajar, dan efisien sesuai dengan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dan diatur lebih lanjut pada Surat Keputusan Direksi BEI nomor Kep-00002/BEI/04-2025.
Sebagai informasi, anjloknya IHSG ini terjadi pada hari perdana perdagangan usai libur Idulfitri 2025. Di sisi lain, Bursa pada pagi ini juga menyampaikan telah melakukan penyesuaian batasan persentase ARB dan trading halt.
Baca Juga
Ekonom NH Korindo Sekuritas Ezaridho Ibnutama menjelaskan ambrolnya IHSG ini telah diperkirakan oleh pelaku pasar, yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, yaitu perang dagang yang terus berlanjut oleh Trump dengan berbagai negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif impor sebesar 32% oleh AS.
Lalu investor uang beralih ke posisi cash-heavy. Kemudian faktor selanjutnya investor yang mulai keluar dari pasar global karena ketidakpastian yang tinggi sebagai dampak dari perang dagang ini. Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa tarif Trump akan meningkatkan inflasi dan memperlambat perekonomian AS.
"Hal ini membuat para spekulan menunda ekspektasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut, yang berarti suku bunga kemungkinan akan tetap tinggi lebih lama," ucap Ezaridho.
Selain itu, sentimen juga datang dari Rusia yang menolak kesepakatan gencatan senjata yang diajukan Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.