Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing terus melepas aset berbasis saham emiten-emiten Indonesia dengan membukukan jual bersih atau net sell sebesar Rp30 triliun sejak awal 2025.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, akumulasi net sell investor asing mencapai Rp30,32 triliun atau US$1,83 miliar sepanjang tahun berjalan 2025 hingga 19 Maret 2025. Kemarin, net sell mencapai Rp910,65 miliar melanjutkan aksi jual bersih dengan nilai besar Rp2,48 triliun pada perdagangan Selasa (18/4/2025).
Aliran modal asing di pasar saham turut berimbas terhadap gerak indeks harga saham gabungan. IHSG ditutup menguat 1,42% atau naik 88,27 poin ke level 6.311,66 pada perdagangan Rabu (19/3/2025). Di level itu, IHSG anjlok 10,85% year-to-date atau merosot 7,11% dalam sebulan terakhir.
Bahkan pada perdagangan Selasa (18/3/2025), IHSG sempat menyentuh level pembukaan perdagangan sementara atau trading halt karena terjun bebas hingga 5% ke level 6.146,91. Pada hari yang sama, IHSG sempat tersungkur di level 6.011,84.
Head of Equity Research Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengatakan bahwa amblasnya IHSG pada Selasa (18/3/2025), bukan disebabkan isu mundurnya Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani.
Dia menilai bahwa kekhawatiran terhadap manajemen moneter dan fiskal RI terlalu berlebihan, karena pasar valuta asing dan pasar obligasi Indonesia saat ini cukup stabil dan relatif terisolasi dari aksi jual pasar.
"Apabila investor asing benar-benar memiliki kekhawatiran mengenai independensi BI, APBN, atau isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani, maka imbal hasil obligasi dan rupiah seharusnya menjadi yang pertama kali terpukul, bukan saham," katanya dalam riset, Rabu (19/3/2025).
Menurutnya, amblasnya IHSG dipicu oleh aksi jual besar-besaran pada saham-saham konglomerat yang mencatatkan volume penjualan yang besar, Selasa (18/3/2025).
Dia mengungkap bahwa saham-saham konglomerat mencatat penurunan paling tajam pada kemarin pagi, sebelum aksi jual menyebar ke saham-saham blue-chip.
"Karena saham-saham ini memiliki bobot yang cukup besar untuk IHSG dan banyak dimiliki oleh investor ritel, saham-saham ini sangat berpengaruh pada pergerakan IHSG dan sentimen pasar secara umum," ujarnya menjelaskan.
Menurutnya, aksi jual di pasar saham tersebut kemungkinan besar dipicu oleh faktor domestik dan bukan faktor global, karena sebagian besar saham global ditutup menghijau pada 18 Maret 2025.
Adapun dia mengungkap bahwa salah satu faktornya karena saat ini kondisi saham-saham di Indonesia sudah murah dari sisi valuasi.
"Saham-saham perbankan big 4 saat ini diperdagangan sekitar 12 kali PE [price earnings] dan 2,4 kali PB [price to book value], sudah lebih murah dibandingkan dengan valuasi pada 2015," ucapnya.
Dia mengingatkan untuk memperhatikan penurunan pendapatan dan net interest margin (NIM) perbankan lebih lanjut, karena kondisi makro ekonomi yang sedang lesu.
Menurutnya, analis juga sudah memperkirakan bahwa pertumbuhan laba bank hanya 2%-5% pada tahun ini, sedangkan di masa lalu bank-bank besar di Indonesia biasanya mencatat pertumbuhan laba sebesar 10%-20% setiap tahun.
Sementara itu, dia menjelaskan bahwa untuk nilai jual bersih investor asing yang tercatat sebesar Rp2,57 triliun atau US$157 juta pada Selasa (18/3/2025) juga tergolong kecil untuk IHSG, dan secara teoritis seharusnya tidak cukup untuk memicu terjadinya penurunan IHSG.
"Sebagai contoh, investor luar negeri menarik hanya Rp0,3 triliun dari BBRI pada Selasa, jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan Rp37 triliun nilai jual bersih asing yang dicatatkan oleh saham perbankan ini sepanjang tahun lalu," tambahnya.