Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Grup Saratoga MDKA & MBMA Pacu Margin Laba Saat Tarif Royalti Direvisi

PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) menetapkan panduan produksi antara 100.000 sampai dengan 110.000 ounce emas tahun ini.
Aktivitas tambang di Tambang Emas Tujuh Bukit milik MDKA/ Thomas Mola
Aktivitas tambang di Tambang Emas Tujuh Bukit milik MDKA/ Thomas Mola

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten Grup Saratoga, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dan PT Merdeka Battery Minerals Tbk. (MBMA) memacu optimalisasi biaya produksi di tengah rencana pemerintah untuk mengerek tarif royalti mineral logam. 

GM Corporate Communication MDKA Tom Malik mengatakan grupnya terus berupaya untuk mengoptimalkan margin sembari tetap taat pada revisi kebijakan pemerintah ihwal pungutan royalti tersebut. 

“⁠Perusahaan terus menerus melakukan inovasi dan efisiensi untuk optimalisasi biaya produksi agar menjaga margin kami,” kata Tom saat dihubungi Bisnis, Selasa (11/3/2025). 

Pada 2025, Merdeka Copper Gold menetapkan panduan produksi antara 100.000 sampai dengan 110.000 ounce emas. Selain itu, MDKA turut mematok produksi tembaga sebanyak 11.000 ton dan 13.000 ton sepanjang tahun ini. 

“MBMA pada 2025 memproyeksikan pengiriman 6,0 juta hingga 7,0 juta wmt [wet metric ton] bijih saprolit dan penjualan 12,5 juta hingga 15,0 juta wmt bijih limonit,” kata Tom. 

Selain itu, dia menggarisbawahi, penjualan nickel pig iron (NPI) diperkirakan berkisar antara 80.000 ton hingga 87.000 ton. Sementara itu, penjualan untuk high-grade nickel matte (HGNM) sebesar 50.000 ton sampai dengan 55.000 ton. 

“HGNM merupakan sumber pendapatan baru yang disumbang oleh dua fasiltas HPAL yang mulai berproduksi pada 2025 ini,” katanya. 

Seperti diketahui, revisi tarif royalti minerba ini menjadi bagian dari revisi Peraturan Pemerintah No.26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM, serta Revisi Peraturan Pemerintah No.15/2022 tentang Perlakuan Perpajkaan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.  

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan revisi itu sebagai upaya perbaikan tata kelola. Khususnya untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).  

“Tidak ada maksud apa pun atau memberatkan salah satu pihak ataupun industri, dan kami harap industri pertambangan bisa sustain,” kata Tri dalam acara konsultasi publik di Jakarta, Sabtu (8/3/2025).

Sebelumnya, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan PT Vale Indonesa Tbk. (INCO) dan PT Timah Tbk. (TINS) menjadi dua emiten mineral logam paling terdampak dari rencana kenaikan royalti saat ini.  

Analis BRI Danareksa Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis beralasan dua emiten pelat merah itu memilki eksposur yang besar pada produk dengan kenaikan tarif tinggi untuk pendapatan mereka. 

“INCO paling terdampak, mengingat mayoritas pendapatannya masih bergantung pada produksi nikel matte,” tulis Timothy dan Naura lewat riset, Selasa (11/3/2025).  

Rencanannya, tarif nikel matte akan naik 125%, dari 2% menjadi 4,5%, mengacu pada usulan yang disampaikan otoritas mineral dan batu bara pada sosialisasi pada Sabtu (8/3/2025) lalu. 

Di sisi lain, harga nikel telah lama mengalami koreksi sejak 2024. Situasi itu, kata Timothy dan Naura, bakal menekan margin laba kotor INCO ke level satu digit.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper