Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Muram Saham Bank BUMN BMRI, BBNI Cs Tertekan Koperasi Desa hingga Danantara

Prosepek saham bank BUMN seperti BMRI, BBNI hingga BBRI diramal muram tertekan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih hingga BPI Danantara Presiden Prabowo.
Karyawan menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang BNI di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang BNI di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Prosepek saham bank BUMN seperti BMRI, BBNI hingga BBRI diramal muram tertekan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih hingga BPI Danantara karena berisiko memberikan dampak negatif bagi kualitas aset emiten.

Sebagai informasi, pada pekan lalu, Jumat (7/3/2025), Presiden RI Prabowo Subianto telah memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Istana Merdeka, Jakarta, untuk membahas rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.

Koperasi Desa Merah Putih dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengatasi persoalan ekonomi di pedesaan, salah satunya terkait pinjaman informal, seperti pinjaman daring hingga tengkulak.

Pemerintah juga berniat memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif ini melalui pembiayaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yang diperkirakan memberikan pinjaman sebesar Rp5 miliar untuk setiap koperasi desa.

Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, Prasetya Gunadi, menuturkan bahwa Koperasi Desa Merah Putih akan mencakup hingga 70.000–80.000 desa di Indonesia.

Menurutnya, pemerintah telah meminta bank-bank pelat merah untuk menyediakan pembiayaan awal sebesar Rp3-5 miliar per desa. Pinjaman itu akan dilunasi dalam tiga hingga lima tahun dengan menggunakan alokasi dana desa tahunan.

Dengan jumlah tersebut, pinjaman yang disalurkan bank BUMN untuk Koperasi Desa berpotensi mencapai Rp400 triliun. Jumlah ini, kata Gunadi, membuat investor khawatir karena berisiko memberikan dampak negatif bagi kinerja bank BUMN.

“Investor khawatir bahwa pinjaman ini, yang berpotensi mencapai Rp400 triliun, dapat berdampak negatif pada kualitas aset bank BUMN. Kekhawatiran tersebut mencerminkan potensi intervensi politik dalam operasional bank BUMN,” ucap Gunadi dalam riset terbaru dikutip pada Senin (10/3/2025).

Dia juga menyatakan bahwa kondisi tersebut diperkirakan membuat harga saham bank pelat merah tetap berada di bawah tekanan, terutama karena kekhawatiran terhadap Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara belum mereda.

“Banyak investor asing memilih untuk mengurangi eksposur terhadap saham terkait BUMN setelah pembentukan Danantara, dengan menerapkan pendekatan wait and see untuk menilai lebih lanjut dampak dari inisiatif kontroversial tersebut, yang dianggap berisiko oleh pasar,” pungkas Gunadi.

Oleh karena itu, Gunadi memandang bahwa upaya memastikan tata kelola yang kuat, akuntabilitas, dan transparansi bagi pemegang saham akan menjadi faktor krusial bagi Danantara dalam membangun kepercayaan investor.

Alhasil, Samuel Sekuritas menurunkan peringkat sektor saham perbankan dari netral menjadi underweight karena kurangnya katalis positif dan meningkatnya kekhawatiran atas pembentukan Danantara, yang dinilai telah mendorong arus keluar modal asing secara signifikan terutama pada bank-bank BUMN.

Dari perspektif fundamental, likuiditas perbankan pada tahun ini diperkirakan tetap ketat dengan berlanjutnya tekanan pada net interest margin (NIM), serta potensi kenaikan cost of credit (CoC) secara terbatas lantaran sebagian besar bank sudah beroperasi pada tingkat efisiensi biaya kredit yang cukup tinggi.

“Akibatnya, kami memperkirakan pertumbuhan laba bersih bank Big Four hanya mencapai 4,4% YoY [year on year], atau turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 7% dan lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi konsensus saat ini yang mencapai 5,3% akibat peningkatan pencadangan,” tutur Gunadi.

Dalam kondisi saat ini, Samuel Sekuritas cenderung memilih bank swasta dengan current account and savings account (CASA) yang kuat serta kualitas aset lebih baik, karena lebih mampu mempertahankan CoC yang rendah.

Adapun, pada penutupan perdagangan Senin (10/3), mayoritas saham bank-bank BUMN yakni BBRI, BMRI, BBNI, dan BBTN kompak terkoreksi.

Berdasarkan data RTI Infokom, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat penurunan paling dalam dengan koreksi sebesar 2,69% menjadi Rp4.710, sepanjang tahun berjalan 2025 saham BMRI telah terkoreksi 19,49%.

Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga turun 1,98% ke level Rp4.450, banderol tersebut juga mencerminkan pelemahan 3,05%. Sementara saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) terpantau melemah 1,31% pada penutupan kemarin, secara year to date, saham BBRI juga telah terkoreksi 10,69%.

Adapun, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) terpantau stagnan di level 855 per lembar pada perdagangan Senin (10/3). Meski begitu, secara year to date saham BBTN telah anjlok 28,15%.

Bank Mandiri (BMRI)
Bank Mandiri (BMRI)

Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano menuturkan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih bertujuan menciptakan pusat ekonomi di 70.000-80.000 desa dengan memanfaatkan dana desa yang ada. Rencana ini mencakup pembangunan gudang dan 6 gerai ritel di setiap desa untuk menyimpan serta menjual produk pertanian.

Sementara itu, anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp3 hingga Rp5 miliar per desa, dengan pendanaan berasal dari alokasi dana desa sebesar Rp1 miliar per tahun, yang akan terakumulasi hingga Rp5 miliar dalam lima tahun.

Victor menyampaikan bahwa menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, beberapa bank BUMN diharapkan memberikan pinjaman awal sebagai modal yang nantinya bakal dikembalikan dalam jangka waktu 3-5 tahun.

Namun persoalannya, berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), pinjaman kepada koperasi memiliki rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) sebesar 8,5%, lebih tinggi dari rerata sektor perbankan secara keseluruhan. 

“Hal tersebut menunjukkan bahwa segmen koperasi memiliki risiko kredit yang lebih tinggi,” ujar Victor dalam riset yang dirilis pada Senin (10/3/2025). 

Dia menilai skenario terburuk dari inisiatif pembentukan Koperasi Desa Merah Putih adalah peningkatan risiko kredit dan likuiditas bagi himpunan bank pelat merah. 

Pasalnya, jika himpunan bank milik negara (Himbara) secara merata menyalurkan pinjaman senilai Rp3 hingga Rp5 miliar per desa dalam satu waktu, tetapi dengan rasio NPL koperasi tetap di 8,5%, hal itu dapat menyebabkan kenaikan biaya kredit (cost of credit/CoC) sebesar 49-82 bps dan penurunan laba sebesar 11%-56%.

“Selain itu, jika bank BUMN harus mendanai kredit ini sendiri, mereka juga dapat menghadapi risiko likuiditas, yang mengharuskan perusahaan mengamankan sekitar 5-9% dari total simpanan saat ini,” ungkap Victor. 

Dia juga melihat BBRI kemungkinan akan menanggung porsi penyaluran lebih besar dibandingkan bank-bank BUMN lainnya, mengingat perseroan memiliki eksposur terbesar terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan 80% desa memiliki paparan KUR.

Halaman
  1. 1
  2. 2
  3. 3
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper