Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Jual Asing Masih Deras, Saham BBCA, BMRI Cs Paling Banyak Dilego

Aksi jual oleh investor asing terpantau masih deras pada awal 2025. Saham bank jumbo seperti BBCA hingga BMRI kompak mencatatkan nilai jual asing paling tinggi.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.

Bisnis.com, JAKARTA — Aksi jual oleh investor asing di pasar saham Indonesia masih deras pada awal 2025. Saham bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) kompak mencatatkan nilai jual asing paling tinggi di pasar modal.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia masih mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp585,32 miliar pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (14/2/2025). Alhasil, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) net sell asing di pasar saham Indonesia mencapai Rp10,51 triliun.

Dalam sepekan perdagangan atau periode 10 Februari 2025 sampai 14 Februari 2025, pasar saham Indonesia juga mencatatkan net sell asing sebesar Rp3 triliun. Aliran keluarnya dana asing itu melanjutkan tren pekan sebelumnya di mana net sell asing mencapai Rp3,8 triliun.

Tercatat, saham bank jumbo atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) IV menjadi paling banyak dijual asing. Saham BBCA misalnya dalam sepekan perdagangan terakhir mencatatkan net sell asing Rp905 miliar. Saham BBCA juga mencatatkan net sell asing Rp4,64 triliun ytd.

Kemudian saham BMRI mencatatkan net sell asing sebesar Rp661 miliar dalam sepekan perdagangan terakhir dan net sell asing Rp2,91 triliun ytd.

Bank jumbo lainnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) mencatatkan net sell asing Rp873 miliar dalam sepekan dan net sell asing Rp535 miliar ytd.

Selain itu, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan net sell asing Rp57,1 miliar dalam sepekan perdagangan terakhir dan net sell asing Rp332 miliar ytd.

Salah satu emiten di luar bank jumbo dengan catatan net sell asing tinggi adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO). Saham GOTO mencatatkan net sell asing sebesar Rp262 miliar dalam sepekan perdagangan terakhir dan net sell asing Rp1,32 triliun.

VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengatakan aksi jual asing di pasar saham didominasi oleh beberapa sentimen. Salah satu sentimen yang memengaruhi adalah kebijakan moneter Ketua The Fed Jerome Powell yang memberikan sinyal pemangkasan suku bunga yang lebih hati-hati.

"Sehingga ini membuat narasi higher for longer mendorong peralihan ke aset low risk hingga safe havens," kata Audi pads Jumat (14/2/2025).

Sentimen lainnya adalah kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump. Sebagaimana diketahui, Trump mengumumkan pengenaan tarif impor 25% untuk baja dan aluminium. Kiwoom Sekuritas melihat hal ini akan berdampak pada ekonomi global.

Selain itu, terdapat sentimen dari rilis kinerja emiten yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar. Hal ini cenderung membuat investor cenderung melakukan rebalancing portofolio. "Terlebih kinerja kuartal I/2025 yang akan menjadi kunci untuk tahun ini," kata Audi.

Khusus untuk perbankan, banyak investor asing melepas sahamnya karena investor asing mempertimbangkan dua hal. Pertama, adalah rilis kinerja yang tidak sesuai ekspektasi. Beberapa big bank mencatatkan pertumbuhan single digit dan tekanan dari cost of credit yang cenderung meningkat.

Alasan kedua adalah narasi higher for longer untuk 7 days reverse repo rate yang memberikan spekulasi pasar kekhawatiran permintaan kredit yang melambat, khususnya untuk mikro dan UMKM.

Seiring dengan larinya dana asing dari saham bank jumbo, harga sahamnya pun jeblok. Saham BBCA misalnya turun 7,24% ytd. Saham BMRI turun 10,69% ytd, dan saham BBRI turun 5,39% ytd. Hanya saham BBNI yang menguat tipis 0,46% ytd.

Sebelumnya, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai penurunan harga saham bank jumbo terjadididorong oleh kinerja kredit perbankan yang belum optimal pada 2024. Faktor pendorong kinerja kredit lesu adalah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat itu masih tinggi.

Selain itu, penurunan harga saham didorong oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mendorong proteksionisme. "Kemudian terjadi outflow di market. Dana asing lari ke AS," ujar Nafan kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.

_______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper