Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham sederet jumbo seperti PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) serta PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) kompak jeblok. Direksi pun buka suara.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham BMRI turun 2,91% pada perdagangan kemarin, Senin (10/2/2025) ke level Rp5.000 per lembar. Harga saham BMRI pun ambrol 14,53% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) sampai perdagangan kemarin.
Begitu juga dengan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang mencatatkan pelemahan harga saham 2,14% ke level Rp9.150 per lembar pada perdagangan kemarin. Harga saham BBCA juga ambrol 7,58% ytd.
Adapun, harga saham emiten bank jumbo lainnya BBNI turun 2,81% ke level Rp4.150 per lembar. Harga saham BBNI pun jeblok 9,59% ytd.
Selain itu, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) melemah 1,49% ke level Rp3.970 per lembar. Harga saham BBRI juga melemah 5,7% ytd.
Seiring dengan ambrolnya harga saham bank jumbo, dana asing pun lari. BBCA mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing di pasar saham sebesar Rp3,86 triliun ytd sampai perdagangan kemarin.
Baca Juga
Kemudian, BMRI mencatatkan net sell asing sebesar Rp2,44 triliun ytd. Lalu, BBNI mencatatkan net sell asing sebesar Rp316 miliar ytd.
Ambrolnya harga saham bank jumbo pun membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) berkinerja lesu. IHSG ditutup melemah 1,4% ke level 6.648,14 pada perdagangan kemarin. IHSG juga telah melemah 7,19% ytd. Adapun, pasar saham Indonesia mencatatkan net sell asing sebesar Rp8,43 triliun ytd.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan banyak faktor yang menentukan pergerakan harga saham, tidak hanya kinerja internal.
"Ada sifatnya faktor global juga kondisi makro Indonesia. Itu sedikit banyak jadi faktor penurunan harga saham," ujarnya setelah acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) pada Selasa (11/2/2025) di Jakarta.
Sementara, menurutnya kinerja internal Bank Mandiri masih solid. Berdasarkan laporan keuangan, BMRI telah meraup laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp55,78 triliun per 2024, tumbuh 1,31% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan Rp55,06 triliun per 2023.
"Kami punya keyakinan secara perlahan harga saham kembali ke level yang baik," tutur Sigit.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar juga mengatakan kinerja internal perbankan saat ini masih solid. BBNI secara konsolidasi mencatatkan laba bersih Rp21,5 triliun sepanjang 2024. Capaian laba ini naik 2,7% yoy dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp21,11 triliun.
"Fundamental bank-bank juga bagus. [Pelemahan harga saham saat ini] karena situasi global yang bergejolak," tuturnya setelah PTIJK pada Selasa (11/2/2025).
Sebelumnya, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai penurunan harga saham bank jumbo terjadi didorong oleh kinerja kredit perbankan yang belum optimal pada 2024. Faktor pendorong kinerja kredit lesu adalah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat itu masih tinggi.
Selain itu, penurunan harga saham didorong oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mendorong proteksionisme. "Kemudian terjadi outflow di market. Dana asing lari ke AS," ujar Nafan beberapa waktu lalu.
Sementara, Tim Riset Samuel Sekuritas menilai ke depan bank jumbo pun menghadapi tantangan pertumbuhan kredit yang bisa saja melambat karena penyesuaian hasil pinjaman. "Bank pun mungkin menghadapi CoC [cost of credit] yang lebih tinggi tahun ini," tulis Tim Riset Samuel Sekuritas.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.