Bisnis.com, JAKARTA – Menteri BUMN Erick Thohir memilih tidak banyak berkomentar perihal posisi barunya kelak selaku Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara.
Berdasarkan RUU BUMN yang telah disahkan, Dewan Pengawas BPI Danantara bakal diketuai secara ex-officio oleh Menteri BUMN, serta didampingi anggota lain dari Menteri Keuangan serta pejabat yang ditunjuk langsung oleh Presiden.
Terkait hal itu, Erick tidak dapat berkomentar banyak lantaran belum ada keputusan resmi yang menetapkan dirinya sebagai Dewan Pengawas (Dewas) BPI Danantara.
“Saya belum bisa komentar jika tidak ada hitam di atas putih,” ujarnya saat dikonfirmasi awak media di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Dia hanya menyampaikan bahwa ada sejumlah hal positif dari pembentukan BPI Danantara. Salah satunya adalah percepatan konsolidasi BUMN, baik dalam penutupan maupun penggabungan perusahaan negara.
Menurutnya, proses yang sebelumnya membutuhkan waktu 2-3 tahun kini bisa dipercepat menjadi 6 bulan terutama untuk perusahaan dengan kondisi tidak sehat.
Baca Juga
Erick yang juga menjabat Ketua Umum PSSI ini menyampaikan bahwa dari 114 BUMN, sebanyak 47 telah dikonsolidasikan. Dari jumlah tersebut, 40 perusahaan berstatus sehat sementara 7 lainnya masih membutuhkan restrukturisasi.
“Perlu dihindari adalah keterlambatan restrukturisasi, di mana utang yang awalnya bernilai X bisa melonjak menjadi 3X dalam empat tahun sebelum adanya keputusan restrukturisasi. Ini menjadi isu yang selama ini terjadi,” ungkapnya.
Dia juga menekankan lahirnya BPI Danantara merupakan bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan terobosan baru dalam pengelolaan keuangan BUMN. Tujuannya agar perusahaan negara tidak terus bergantung pada APBN.
“Dana yang dihasilkan oleh korporasi bisa digunakan untuk mengintervensi percepatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di sektor hilirisasi, pangan, listrik, energi, dan lain-lain,” kata Erick.
Sementara itu, Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), melihat peran Kementerian BUMN akan tetap berada dalam ranah pengawasan, tanpa mengambil alih fungsi eksekutif yang dijalan oleh BPI Danantara.
Menurutnya, dalam skema tata kelola yang baru, baik Kementerian BUMN maupun BPI Danantara tetap bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, koordinasi antara dua lembaga ini diharapkan dapat berjalan selaras.
“Komunikasi yang baik di antara mereka menjadi kunci utama. Mereka harus bekerja dalam kepentingan yang sama, yaitu memastikan BUMN dapat berkembang lebih maju ke depannya,” ujar Toto pada Rabu (5/2/2025).
Berkaca dari aturan terbaru, kewenangan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara sudah dibagi dengan jelas. Erick Thohir akan menjadi pengawas dengan kepemilikan saham Seri A Dwiwarna di ekosistem perusahaan pelat merah.
Sementara itu, lanjut Toto, BPI Danantara memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis seperti aksi korporasi atau pergantian pengurus, meskipun hal tersebut masih dapat diintervensi.
“Jika pemerintah menilai ada keputusan yang bertentangan dengan kepentingan negara, Kementerian BUMN dapat memperbaiki dengan menggunakan dalam tanda petik hak veto sebagai pemegang saham Seri A,” pungkasnya.
Toto menilai bahwa di balik skema ini, diharapkan tidak ada persaingan antara Kementerian BUMN dan BPI Danatara. Sebaliknya, sinergi yang kuat akan mendorong lebih banyak perusahaan pelat merah menjadi pemain global.
“Dalam konteks ini, sistem tata kelolanya cukup kuat. Danantara tetap akan diawasi oleh pemerintah melalui keberadaan Kementerian BUMN. Namun, yang kami harapkan tentu bukan munculnya persaingan antara kedua lembaga ini, melainkan bagaimana mereka dapat berkonsolidasi dengan baik,” ucap Toto.
Dihubungi terpisah, Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan melihat skema saat ini menimbulkan beban birokrasi bagi perusahaan pelat merah.
Hal itu berakar dari peneguhan posisi Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham utama dalam pengelolaan perusahaan negara. Kondisi tersebut, kata Herry, berisiko mengganggu akselerasi kinerja BUMN di bawah naungan Danantara.
“Bayangkan, ada BUMN berada di bawah pengelolaan Danantara atas mandat undang-undang, tetapi keputusan akhirnya tetap ada di Kementerian BUMN. Ini adalah tambahan birokrasi yang membuat BUMN makin susah lincah,” ucapnya.