Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah melemah di tengah meningkatnya sentimen penghindaran risiko di pasar global dan pandangan bahwa pemerintahan Trump lebih memilih pendekatan tarif ketimbang sanksi untuk memengaruhi perdagangan dan kebijakan luar negeri.
Melansir Bloomberg, Selasa (28/1/2025), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret ditutup turun 2% ke level US$73,17 per barel pada perdagangan Senin.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman Maret turun 1,8% ke US$77,08 per barel.
Harga minyak melemah bersamaan dengan pelemahan pasar saham AS yang tertekan oleh kekhawatiran terkait DeepSeek, startup kecerdasan buatan asal China.
Tekanan tambahan datang dari perlambatan ekonomi China, importir minyak terbesar dunia, yang mencatat penyusutan aktivitas manufaktur pada awal tahun.
Langkah Presiden Donald Trump yang memberlakukan tarif terhadap Kolombia karena sengketa migran mengguncang pasar, meskipun tindakan itu ditunda setelah Kolombia menyetujui syarat yang diajukannya.
Baca Juga
Trump juga melontarkan ancaman serupa terhadap negara-negara besar lain seperti China, Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa. Selain itu, ia terus mendesak OPEC untuk menurunkan harga minyak, dengan dalih bahwa harga minyak yang lebih rendah dapat mengurangi pendapatan Rusia dan membantu menghentikan perang di Ukraina.
Analis Strategas Securities Jon Byrne mengatakan penurunan harga minyak mencerminkan pembalikan keuntungan yang sebelumnya didorong oleh sanksi terbaru AS terhadap Rusia.
“Pemerintahan Trump mungkin tidak bisa menurunkan harga dengan cara agresif seperti dulu, tetapi mereka juga tidak akan mengadopsi kebijakan yang sengaja mendorong kenaikan harga minyak melalui sanksi,” katanya.
Penurunan harga semakin parah akibat aksi jual pelaku pasar setelah harga minyak berjangka menembus level US$75 per barel.
Analis komoditas TD Securities Daniel Ghali mencatat bahwa dana kuantitatif turut mengurangi leverage di tengah penurunan pasar, yang menambah tekanan jual.
Meskipun demikian, harga WTI masih sedikit lebih tinggi dibandingkan awal tahun, didukung oleh cuaca dingin dan sanksi terhadap minyak Rusia yang mendorong kilang-kilang di Asia membeli pasokan alternatif.
Ketidakseimbangan pasokan ini terlihat pada indikator pasar seperti timespreads, di mana kontrak terdekat lebih mahal dibandingkan kontrak jangka panjang.
Produksi di ladang minyak besar Rumaila di Irak tetap turun sekitar 300.000 barel per hari setelah kebakaran pekan lalu. Namun, peningkatan produksi di Kazakhstan, yang mencetak rekor lebih dari 2 juta barel per hari pada Minggu, membantu mengimbangi penurunan tersebut.
Sementara itu, di Rusia, kilang minyak Ryazan menghentikan operasi setelah serangan drone Ukraina akhir pekan lalu, menurut laporan Reuters.