Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten manufaktur strategis terdampak serius manuver PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) yang belakangan mengerek harga gas industri.
Selepas berakhirnya kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) 31 Desember 2024, PGAS belakangan mematok harga gas hasil regasifikasi LNG untuk pelanggan komersial dan industri awal tahun ini menjadi US$16,77 per million british thermal unit (MMBtu).
Harga gas regasifikasi LNG ini akan berlaku selama 3 bulan yaitu sejak 1 Januari 2025-31 Maret 2025. Setelah periode tersebut, harga gas akan diperhitungkan dengan formula harga gas regasifikasi dan ketentuan yang berlaku.
Corporate Secretary PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Tantra Maulana mengatakan kenaikan harga gas itu berdampak langsung pada peningkatan biaya produksi perseroan.
“Terdapat kenaikan harga gas dari US$6 per MMbtu menjadi US$13,58 sampai dengan US$14,36 per MMbtu untuk tarif komposit,” kata Tantra saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2205).
Seperti diketahui, HGBT merupakan kebijakan pemerintah untuk menetapkan harga gas bumi yang lebih murah untuk beberapa sektor industri.
Kebijakan yang diberlakukan sejak 2020 untuk tujuh sektor industri dengan harga gas sebesar US$6 per MMBtu itu telah berakhir pada 31 Desember 2024.
Adapun, program HGBT menyasar tujuh subsektor industri yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet
Menurut Tantra, kebijakan gas saat ini secara langsung mengerek biaya konversi sampai dengan 30%. Dengan demikian, kata Tantra, EBITDA KRAS berpotensi susut tajam selama periode kebijakan harga gas tinggi untuk industri.
“Upaya efisiensi terus dilakukan Perseroan, namun demikian komponen energi memegang struktur komponen signifikan terhadap biaya produksi,” katanya.
Selain itu, dia menambahkan, perseroan tengah berupaya untuk mendapatkan perpanjangan alokasi gas HGBT. KRAS mendorong industri baja dapat menjadi prioritas untuk mendapatkan alokasi gas murah tahun ini.
Tamparan dari kebijakan harga gas tinggi itu turut dirasakan emiten afiliasi Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA).
Direktur Chandra Asri Edi Riva'i mengatakan kebijakan harga gas hasil regasifikasi LNG itu berdampak pada daya saing TPIA dalam konteks persaiangan industri petrokimia.
“Terdampak signifikan terhadap daya saing kami, harganya mahal US$16,7 per MMbtu tidak sanggup kami serap,” kata Edi kepada Bisnis, Kamis (9/1/2025).
Edi berharap pemerintah dapat memperpanjang kebijakan HGBT pada tahun ini untuk menjaga daya saing industri dan momentum pertumbuhan ekonomi saat ini.
“Kami berharap pemerintah segera memutuskan harga HGBT sesuai kuota pasokan sebelumnya untuk menghindari kerugian berlanjut dan daya saing yang akan terus menurun,” kata Edi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berpotensi untuk memangkas jumlah perusahaan yang berhak menerima HGBT.
Bahlil mengatakan, pihaknya masih mengkaji terkait kelanjutan program tersebut pada tahun ini. Dia juga membuka opsi untuk memangkas jumlah sektor industri penerima HGBT itu.
"Ada kemungkinan [memangkas jumlah perusahaan atau industri], kami lagi ada bahas, tapi belum final ya," kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).