Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XI DPR RI menyinggung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masih sepinya perdagangan di bursa karbon Indonesia atau IDXCarbon setelah setahun bergulir.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), volume transaksi perdagangan bursa karbon Indonesia telah mencapai 613.894 ton CO2e dengan nilai transaksi Rp37,06 miliar, sejak diluncurkan setahun lalu, pada 26 September 2023. Adapun pengguna jasa karbon saat ini mencapai 81.
Anggota Komisi XI DPR RI dari PDI Perjuangan Harris Turino mengatakan pada saat peluncuran bursa karbon Indonesia tahun lalu, terdapat optimisme terhadap tingginya minat perdagangan karbon di Indonesia.
"Presiden saat itu bahkan dengan bangganya mengatakan bahwa Jakarta akan menjadi pusat perdagangan karbon dunia. Ternyata, kita tahu bahwa ini [bursa karbon Indonesia] sudah ulang tahun, tapi angkanya masih memprihatinkan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI RI dengan OJK pada Senin (18/11/2024).
Padahal, menurutnya potensi perdagangan karbon di Indonesia besar. "Sehingga ini mesti tahu, peranan OJK bagaimana, apa kira-kira yang bisa dilakukan," kata Harris.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin juga mengatakan sebenarnya menaruh harapan terhadap perdagangan bursa karbon di Indonesia. "Akan tetapi, sekarang perkembangannya sedikit, baru Rp37,06 miliar. Kemarin juga [sepinya perdagangan bursa karbon] membuat KLH [Kementerian Lingkungan Hidup] minta evaluasi. Padahal potensinya besar. Ada kendala yang membuat ini belum optimal," tuturnya.
Baca Juga
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan memang bursa karbon Indonesia telah berjalan setahun lebih. "Sudah baik menurut kami, sudah ada fasilitasnya, peraturannya, perizinannya, namun yang dijual belum ada, kecuali yang terbatas dengan transaksi di sekitar Rp50 miliar," ujarnya.
Menurut Mahendra, dalam mendongkrak perdagangan di bursa karbon Indonesia, penting juga peran pemerintah. Sebab, produk karbon yang terserap nantinya menjadi kewenangan pemerintah.
"Mulai dari produk karbon, registrasinya, sertifikasinya, surveinya, dan semua dari sisi pasokan. Dari sisi permintaan juga dilakukan pengembangan ekosistemnya," kata Mahendra.
Sejauh ini, menurutnya juga belum ada batas atas emisi maksimum di industri. Alhasil, tidak ada insentif atau disinsentif untuk pengurangan karbon.
Sebelumnya, Direktur Utama BEI Iman Rachman juga mengatakan terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi di bursa karbon. Salah satunya, terkait keselarasan regulasi serta dukungan dari pemerintah dan berbagai sektor terkait.
"Kita masih dalam fase belajar, tetapi kami optimistis bursa karbon akan terus berkembang dan berkontribusi besar dalam mencapai target pengurangan emisi nasional," tutur Iman pada beberapa waktu lalu.