Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia pada 2025 akan dibayangi sejumlah sentimen eksternal seperti kebijakan Presiden Terpilih Donald Trump hingga kebijakan ekonomi China. Empat sektor saham juga diproyeksi yang akan diuntungkan dan tiga sektor justru akan berisiko merugi.
Manager Research & Consulting PT Infovesta Kapital Advisori Nicodimus Anggi Kristiantoro mengatakan bahwa empat sektor yang akan diuntungkan adalah sektor perbankan dan keuangan, sektor pertanian dan perkebunan, sektor energi yaitu minyak dan gas, dan sektor pariwisata.
"Dari sisi ketahanan, karena sektor perbankan dan keuangan adalah cerminan makro ekonomi satu negara, jadi apabila ekonomi Indonesia masih tumbuh apalagi dengan jabatan presiden terbaru itu akan mendorong sektor ini lebih menarik," katanya dalam Webinar, Selasa (12/11/2024).
Lalu sektor kedua, yaitu sektor energi khususnya minyak dan gas. Dia menjelaskan bahwa sektor ini juga terkena sentimen kebijakan Presiden AS Donald Trump yang terkait dengan batu bara.
"Terkait jika nantinya China dari sisi pertumbuhan ekonomi sudah menguat dan kembali pulih dari sisi demand-nya maka ini menjadi katalis positif untuk sektor energi karena memang China konsumen batu bara terbesar di dunia," ucapnya.
Lebih lanjut, begitu pula sektor pertanian dan perkebunan. Menurutnya, apabila ada kebijakan proteksionisme di AS, negara-negara yang sebelumnya fokus ke AS, karena melihat impor dan tarifnya tinggi, maka bisa beralih ke Indonesia.
Baca Juga
"Apalagi Indonesia sektor pertanian dan perkebunan yang sangat kaya. Ini bisa kita manfaatkan untuk sebagai potensial sektoral," ujarnya.
Kemudian, dari sisi sektor pariwisata. Menurutnya, kebijakan dari Presiden Trump dan Presiden Prabowo juga akan membuat kemudahan untuk melakukan perjalanan ke masing-masing negara.
Dia mengungkap diharapkan relasi yang cukup dekat antara kedua presiden tersebut bisa memberi makna yang lebih dalam ke sektor pariwisata RI yang bisa berkembang lebih jauh.
Sementara itu, untuk sektor yang berisiko merugi yaitu dari sektor yang ketergantungan dengan ekspor, karena akan terdampak negatif dengan penerapan tarif yang lebih tinggi.
"Sektor komoditas selain minyak dan gas, bisa kita katakan nikel, ini bisa terdampak penurunan juga," ucapnya.
Selain itu, dari sektor teknologi dalam negeri, menurutnya AS akan fokus ke ekonominya dengan bisa menciptakan ekosistem teknologi yang begitu besar di AS.
"Sekarang saja sudah besar apalagi nantinya fokus teknologi semakin diterapkan, sehingga sektor teknologi dalam negeri tidak akan semenarik teknologi di AS," tambahnya.
Meski begitu, dia menjelaskan bahwa potensial sektoral ini masih bisa berubah dan tidak mutlak, tergantung dengan dinamika kebijakan sesuai dengan fundamental emiten dan teknikal emiten itu sendiri.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.