Bisnis.com, JAKARTA — Valuasi PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) diperkirakan turun usai melakukan spin-off PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) melalui skema Penawaran Umum oleh Pemegang Saham (PUPS).
Analis BRI Danareksa Sekuritas Erindra Krisnawan memperkirakan setelah spin-off, valuasi ADRO mungkin akan turun menjadi sekitar US$5,8 miliar hingga US$6,2 miliar.
"Penurunan ini mengindikasikan potensi penurunan sebesar 19%-24% dari harga saham saat ini atau US$1,4 miliar hingga US$1,8 miliar," ujar Erindra dalam laporan riset, dikutip Selasa (5/11/2024).
Dia melanjutkan, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan penurunan valuasi ini mungkin dapat diimbangi dengan potensi peningkatan dari valuasi AAI. Hal tersebut mengingat saat ini AAI hanya dihargai pada rasio price to earnings (PE) 2 kali hingga 3 kali pada saat spin off.
Menurutnya, risiko utama bagi Adaro adalah apabila pasar memberikan diskon harga yang lebih besar, yang dapat menyebabkan risiko penurunan harga yang lebih besar.
Sebelumnya, ADRO menyampaikan akan memberikan tambahan dividen tunai final dalam jumlah sebesar-besarnya sampai dengan US$2,62 miliar ke pemegang sahamnya, berkaitan dengan spin-off AAI ini.
BRI Danareksa Sekuritas melihat nilai dividen ini setara dengan Rp1.346 per saham, atau imbal hasil sebesar 34% pada harga saham saat ini.
"Kami meyakini dividen yang direncanakan ini bertujuan agar pemegang saham yang ada dapat sepenuhnya menutupi pembelian AAI," ujar Erindra.
Pada perkembangan lain, Manajemen ADRO menuturkan perusahaan memiliki saldo kas internal secara konsolidasian yang cukup untuk melaksanakan pembagian dividen tunai. Hingga 30 September 2024, ADRO tercatat memiliki saldo laba yang belum dicadangkan senilai US$5,93 miliar.
Namun, lanjutnya, dalam rangka pengelolaan dana kas internal dan arus kas ADRO yang efisien, tidak menutup kemungkinan ADRO juga dapat menggunakan pendanaan pihak ketiga jangka pendek untuk pembayaran sebagian dari dividen tunai.
"Sebagaimana disampaikan sebelumnya dalam Keterbukaan Informasi tanggal 16 Oktober 2024, perseroan merencanakan pembagian tambahan dividen tunai final agar para pemegang saham perseroan, atas pilihannya sendiri, dapat berpartisipasi dalam pembelian saham PT Adaro Andalan Indonesia melalui pelaksanaan Penawaran Umum Oleh Pemegang Saham," ujar manajemen.
Selain persetujuan pembagian dividen, ADRO juga akan membahas perubahan nama perseroan. Menurut manajemen, perubahan nama ini merupakan salah satu langkah perseroan memperkenalkan identitas baru perseroan sebagai entitas induk yang akan lebih berfokus pada bisnis hijau.
ADRO juga akan berfokus pada pengembangan proyek-proyek ramah lingkungan, dengan pilar bisnis Adaro Minerals dan Adaro Green, setelah terjadinya pemisahan pilar bisnis pertambangan batu bara termal dan beberapa bisnis pendukungnya melalui pelaksanaan PUPS.
Sebelumnya, Wakil Presiden Direktur Adaro Energy Indonesia Christian Ariano Rachmat dan Direktur Adaro Energy Indonesia Michael William P. Soeryadjaya menyampaikan perseroan berencana melakukan transaksi penjualan sebanyak-banyaknya 7.008.202.240 saham atau 7 miliar saham AAI melalui skema PUPS.
"Dengan memperhitungkan jumlah lembar saham setelah pemecahan nilai nominal saham AAI sebanyak 7 miliar saham, maka harga per saham adalah sebesar US$0,35," tulis manajemen ADRO dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (17/10/2024).
Apabila merujuk pada kurs Jisdor sebesar Rp15.536 per 16 Oktober 2024, maka harga per saham dari AAI adalah sebesar Rp5.437,6.
Lebih lanjut, ADRO menjelaskan harga penawaran PUPS adalah sebesar Volume Weighted Average Price atau harga rata-rata tertimbang yang terbentuk setelah penutupan perdagangan di hari pencatatan saham AAI di Bursa Efek Indonesia, dengan tetap memperhatikan kewajaran transaksi sebagaimana diatur POJK 35/2020.
Harga penawaran final akan merujuk pada dua ketentuan. Pertama, serendah-rendahnya akan menggunakan harga pasar wajar saham AAI berdasarkan hasil penilaian dari penilai independen. Kedua, setinggi-tingginya sebesar 107,5% dari hasil penilaian dari penilai independen.
Dengan demikian, nilai rencana transaksi secara keseluruhan serendah-rendahnya adalah sebesar US$2,44 miliar atau setara dengan 31,8% dari total ekuitas perseroan, dan setinggi-tingginya sebesar US$2,62 miliar yang setara 34,1% dari total ekuitas perseroan.