Bisnis.com, JAKARTA — Kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) menghadapi ketidakpastian setelah Sritex diputus pailit oleh PN Niaga Semarang. Hingga Juni 2024, SRIL tercatat memiliki utang bank jangka pendek US$11,36 juta dan utang bank jangka panjang US$809,99 juta.
Seperti diketahui produsen tekstil raksasa asal Sukuharjo itu makin sempoyongan setelah palu Pengadilan Negeri Niaga Semarang memutuskan Sritex dalam kondisi pailit.
Putusan itu diambil menyusul gugatan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon kepada Sritex dan anak perusahaannya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya lantaran dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran. Setelah adanya putusan pailit, SRIL masih memiliki sisa utang sebesar Rp101,3 miliar kepada IBR atau 0,38% dari total liabilitas SRIL per 30 Juni 2024.
PT Indo Bharat Rayon (IBR) merupakan salah satu kreditur utang dagang Sritex. Namun, tidak terdapat nama IBR pada laporan keuangan perseroan. Manajemen SRIL menjelaskan seluruh kreditur yang termasuk sebagai utang dagang tercantum dalam utang usaha dengan pihak ketiga.
Status pailit Sritex yang diputuskan oleh PN Niaga Semarang berbuntut panjang. Tak hanya berimbas kepada IBR selaku salah satu kreditur utang dagang Sritex, tetapi juga kreditur SRIL yang lain termasuk kreditur bank.
Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2024, SRIL mencatat total liabilitas sebesar US$1,59 miliar atau sekitar Rp25,12 triliun (asumsi kurs Rp15.725 per dolar AS). Total liabilitas itu lebih besar dari total aset perusahaan US$617,33 juta atau sekitar Rp9,7 triliun dan total ekuitas yang mengalami defisit atau minus US$980,55 juta atau sekitar Rp15,41 triliun.
Lebih terperinci, total liabilitas SRIL didominasi oleh utang bank. Hingga Juni 2024, SRIL tercatat memiliki utang bank jangka pendek US$11,36 juta dan utang bank jangka panjang US$809,99 juta.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi satu-satunya kreditur SRIL untuk utang jangka pendek senilai US$11,36 juta atau sekitar Rp178,77 miliar yang harus dilunasi SRIL paling lambat Juni 2025.
Dalam jangka panjang, SRIL turut berhadapan dengan utang bank sebesar US$809,99 juta atau sekitar Rp12,73 triliun. Pos yang paling besar ialah pinjaman eks-sindikasi senilai US$232,44 juta.
Selain itu, SRIL juga membukukan utang bank US$71,3 juta kepada PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), US$43,88 juta kepada State Bank of India, Singapore Branch, US$36,93 juta kepada PT Bank QNB Indonesia Tbk., US$35,82 juta kepada Citibank N.A., US$33,7 juta kepada PT Bank Mizuho Indonesia.
Selain itu, outstanding utang bank jangka panjang juga dibukukan SRIL dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. senilai US$33,27 juta, PT Bank Muamalat Indonesia US$25,45 juta, PT Bank CIMB Niaga Tbk. US$25,34 juta, PT Bank Maybank Indonesia Tbk. US$25,16 juta, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah US$24,2 juta, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. US$23,8 juta, Bank of China (Hong Kong) Limited US$21,77 juta, PT Bank KEB Hana Indonesia US$21,53 juta, MUFG Bank Ltd. US$23,77 juta, dan Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd. US$20 juta.
SRIL juga memiliki utang bank jangka panjang dengan nilai di bawah US$20 juta dari Woori Bank Singapore Branch US$19,87 juta, Standard Chartered Bank US$19,57 juta, PT Bank DBS Indonesia US$18,23 juta, PT Bank Permata Tbk. US$16,7 juta, PT Bank China Construction Indonesia Tbk. US$14,91 juta, dan PT Bank DKI US$9,13 juta.
Ditambah lagi, utang bank jangka panjang kepada Bank Emirates NBD US$9,01 juta, ICICI Bank Ltd. (Singapore Branch) US$6,96 juta, PT Bank CTBC Indonesia US$6,95 juta, Deutsche Bank AG US$6,82 juta, PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk. US$4,97 juta, PT Bank Danamon Indonesia Tbk. US$4,52 juta, dan PT Bank SBI Indonesia US$4,38 juta.
Salah satu outstanding utang bank SRIL paling besar kepada BCA, yakni utang jangka panjang US$71,3 juta dan utang jangka pendek US$11,36 juta.
Seperti diberitakan Bisnis, BCA melalui EVP Corporate Communication & Social Responsibility Hera F. Haryn, mengatakan BCA menghormati proses dan putusan hukum dari Pengadilan Niaga tersebut.
"BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajukan oleh debitur yang bersangkutan," ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip pada Senin (28/10/2024).
Selain itu, Hera menyampaikan BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pihak pengadilan dalam rangka mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada.
Adapun, beban bunga dari berbagai utang dan obligasi SRIL sampai paruh pertama 2024 mencapai masing-masing US$10.719.841 atau sekitar Rp168,65 miliar.
Dalam perkembangan terbaru, Komisaris Utama Sritex Iwan S. Lukminto menggelar pertemuan dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita hari ini, Senin (28/10/2024). Iwan membahas soal pailit Sritex yang masih dalam masih tahap awal.
“Jadi masih prematur lah. Nanti ada pembahasan berikutnya. Jadi, saya ya istilahnya, membuat strategi besar lah. Intinya begitu, bagaimana untuk bisa semuanya lebih sustain ya di situ,” kata Iwan di Kantor Kemenperin, Senin (28/10/2024).
Seperti diketahui, Sritex mengajukan langkah hukum kasasi terkait putusan pembatalan homologasi yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.