Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (24/10/2024), ke level Rp15.635 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,05% atau 8,5 poin ke level Rp15.635 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,02% ke level 104,41.
Berbeda dengan rupiah, sejumlah mata uang Asia lainnya mengalami penguatan. Yen Jepang misalnya menguat 0,07%, dolar Hong Kong menguat 0,01%, dolar Singapura menguat 0,09%, dolar Taiwan menguat 0,06%, won Korea Selatan menguat 0,02%, dan yuan China menguat 0,13%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada perdagangan hari ini, Kamis (24/10/2024), mata uang rupiah fluktuatif, tetapi berisiko ditutup melemah di rentang Rp15.610-Rp15.720 per dolar AS.
Terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan rupiah. Dari luar negeri, imbal hasil AS yang lebih tinggi, arus masuk aset safe haven di tengah ketegangan geopolitik, dan ekonomi AS yang relatif tangguh memengaruhi pasar. Namun, faktor-faktor ini diperkirakan akan segera berakhir sehingga menghambat pergerakan dolar AS.
Tanda-tanda ketahanan terkini dalam ekonomi AS memang memicu peningkatan taruhan bahwa The Fed akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin pada November 2024. Proyeksi nilai penurunan suku bunga itu lebih kecil dibandingkan dengan pemangkasan 50 basis poin pada September 2024.
Selain itu, terdapat sentimen dari pilpres di AS. Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump terlihat mengungguli calon dari Partai Demokrat Kamala Harris, menurut beberapa jajak pendapat terbaru. Namun para analis masih melihat persaingan akan terlalu ketat untuk diprediksi.
Lalu, ketegangan yang terus-menerus di Timur Tengah masih terjadi, karena Israel terus melancarkan serangan terhadap Hamas dan Hizbullah.
Dari dalam negeri, International Monetary Fund atau IMF memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,1% pada 2029. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 diperkirakan tetap 5% atau stagnan dibandingkan tahun lalu.
Proyeksi IMF itu seolah menunjukkan bahwa ambisi Prabowo untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 8% masih cenderung sulit tercapai.