Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mencatat pembengkakan rugi bersih sepanjang semester I/2024. Rugi yang membengkak akibat adanya lonjakan beban, khususnya bahan bakar serta pemeliharaan dan perbaikan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, GIAA mencatatkan kenaikan di beberapa pos beban sepanjang semester I/2024. Beban operasional penerbangan membengkak 15,02% menjadi US$839,12 juta dibandingkan dengan semester I/2023 yang sebesar US$729,49 juta.
Beban operasional terdiri dari beberapa segmen yaitu bahan bakar atau avtur menyumbang sebesar US$535,51 juta, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$439,20 juta.
Kemudian secara berturut-turut adalah beban penyusutan US$168,86 juta, gaji, tunjangan dan imbalan kerja US$79,47 juta, sewa dan charter pesawat sebesar US$47,37 juta, asuransi sebesar US$7,07 juta dan lainnya sebesar US$821.893.
Kemudian beban pemeliharaan dan perbaikan meningkat 61,49% menjadi sebesar US$257,57 juta dibandingkan dengan semester I/2024 yang hanya sebesar US$159,49 juta.
Terdapat lonjakan pada segmen beban penyusutan menjadi US$108,25 juta, pemeliharaan dan perbaikan sebesar US$67,52 juta dari sebelumnya hanya US$15,12 juta.
Baca Juga
GIAA sendiri juga masih mencatatkan utang usaha bahan bakar yaitu sebesar US$16,62 juta per Juni 2024. Angka ini meningkat dibandingkan dengan periode akhir 2023 yang hanya sebesar US$7,05 juta.
Secara keseluruhan, GIAA menanggung beban usaha sebesar US$1,53 miliar sepanjang semester I/2024. Beban ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar US$1,24 miliar.
Beban tersebut menekan pendapatan usaha yang sebenarnya meningkat menjadi US$1,27 miliar sepanjang semester I/2024.
Alhasil rugi bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk membengkak menjadi US$101,65 juta dibandingkan dengan posisi semester I/2023 yang hanya sebesar uS$76,50 juta.