Bisnis.com, JAKARTA — Deflasi 5 bulan beruntun ditengarai menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat. Emiten minimarket Alfamart, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) menyiapkan berbagai strategi mendongkrak kinerja bisnis di tengah kekhawatiran melemahnya daya beli masyarakat itu.
Corporate Communications GM Alfamart Rani Wijaya mengatakan sejauh ini kondisi penjualan di Alfamart tetap tumbuh positif. Penjualan toko yang sama alias same store sales growth (SSSG) hingga Juni 2024 tumbuh di kisaran 4%-5% secara tahunan (year on year/YoY).
Mengutip laporan keuangannya, AMRT pun meraih pendapatan neto sebesar Rp59,21 triliun sepanjang semester I/2024, meningkat 10% yoy. Kemudian, pada semester I/2024, laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk AMRT naik 11,25% YoY menjadi Rp1,79 triliun.
"Kondisi ini didorong oleh angka inflasi yang terjaga dengan baik, di mana kondisi ini mampu menjaga daya beli masyarakat untuk tetap berbelanja kebutuhan," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (2/10/2024).
Ditambah, menurutnya, terjadi peningkatan frequensi atau jumlah kunjungan konsumen untuk berbelanja ke toko Alfamart yang memberikan banyak penawaran promo menarik dengan harga yang terjangkau untuk para konsumen.
Adapun, untuk menjaga kinerja agar tetap moncer pada semester II/2024, AMRT menyiapkan berbagai strategi.
"Untuk paruh kedua tahun ini, Alfamart akan tetap berekspansi pembukaan gerai di wilayah baru seperti yang ditargetkan awal tahun dan optimalisasi layanan gerai yang sudah ada," ujar Rani.
AMRT pun terus meningkatkan kualitas layanan untuk kenyamanan konsumen saat berbelanja di toko maupun Alfagift dengan memanfaatkan data belanja konsumen untuk program penawaran yang lebih personal serta terkustomisasi.
Meski begitu, sektor peritel diselamuti kekhawatiran adanya pelemahan daya beli masyarakat seiring tren deflasi dalam 5 bulan beruntun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 melanjutkan tren deflasi, yang kali ini sebesar -0,12% secara bulanan (month to month/MtM). Hal ini menandai Indonesia mengalami deflasi selama 5 bulan secara berturut-turut, setelah terakhir mengalami deflasi panjang 7 bulan beruntun pada krisis 1999 silam.
"Potensi penurunan daya beli memang ada, tapi itu sementara," ujar Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta kepada Bisnis pada Senin (3/9/2024).
Menurut Nafan, ada peluang perbaikan dari sisi konsumsi domestik seiring dengan penurunan suku bunga acuan.
"Ini akan menggairahkan perekonomian domestik," tutur Nafan.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo juga mengatakan kinerja top line dan bottom line emiten ritel seperti AMRT masih berpotensi tumbuh meskipun terjadi kekhawatiran penurunan daya beli masyarakat.
"AMRT ini lebih retail consumer yang mana masih ramainya masyarakat yang berbelanja," ujar Azis pada Senin (30/9/2024).
Selain itu, menurutnya, masing-masing emiten ritel termasuk AMRT terus melakukan ekspansi gerai yang bisa meningkatkan SSSG mereka.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.