Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Surplus 52 Kali Beruntun, Ini Dampak Buat IHSG

Analis melihat data surplus neraca perdagangan membawa sentimen positif terhadap pergerakan pasar modal dan IHSG.
Pegawai mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Neraca Perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus selama 52 bulan berturut-turut hingga Agustus 2024. Analis melihat surplus ini memberikan dampak terhadap pasar dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menjelaskan data neraca perdagangan memang memberikan dampak kepada pergerakan pasar. Apalagi data ini mencatatkan surplus kembali untuk jangka waktu yang cukup lama. 

"Namun memang, sentimen penguat lainnya lebih kepada ekspektasi terhadap penurunan tingkat suku bunga The Fed pada keesokan harinya. Oleh sebab itu, sejauh ini kalau melihat dampak memang masih terbatas," kata Nico, Selasa (17/9/2024).

Dia melanjutkan, saat ini pasar tengah menanti data dari pertemuan The Fed, RDG Bank Indonesia, serta penjualan ritel di Amerika.

Setelah data dari The Fed dan Bank Indonesia, fokus market berikutnya menurut Nico adalah data Initial Jobless Claims, Continuing Claims, Leading Index, dan PMI Manufacturing, Services, Composite. Lalu data inflasi Eropa, data 1 tahun dan 5 tahun Loan Prime Rate Tiongkok, data Inflasi Jepang, serta Pertemuan Bank Sentral Jepang pada 20 September.

Adapun menurut Nico, beberapa sektor yang dapat diperhatikan dengan surplus neraca perdagangan ini adalah finansial, properti, consumer non-cyclical, consumer cyclical, ritel, dan teknologi.

Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho menjelaskan data neraca perdagangan Indonesia yang surplus dikontribusikan oleh ekspor batu bara dan CPO yang harganya masih cukup stabil.

Menurutnya, dengan surplus tersebut ditambah dengan rencana penurunan suku bunga, maka ekonomi Indonesia diharapkan bisa tumbuh kembali. Dia melihat hal tersebut akan meningkatkan permintaan untuk bahan mentah seperti CPO, batu bara, dan komoditas logam lainnya.

"Di bursa banyak emiten yang terkait seperti nikel, emas, batu bara, CPO, tentu dampaknya akan positif," ujarnya.

Selain data neraca perdagangan, menurutnya investor juga harus memperhatikan data PMI Manufaktur, inflasi, serta suku bunga.

Sebagai informasi, hasil keuntungan perdagangan barang dan jasa atau trade balance Indonesia dengan negara lain membukukan surplus senilai US$2,9 miliar pada Agustus 2024, sejalan dengan meningkatnya ekspor dan impor melambat.

Meski demikian surplus pada periode ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Agustus 2023 yang mencapai US$3,12 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper