Bisnis.com, JAKARTA— Tarik menarik katalis membayangi performa emiten barang konsumsi, termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) pada paruh kedua tahun ini. Mulai dari tingkat inflasi yang landai, arah kebijakan RAPBN 2025 yang fokus pada daya beli domestik, hingga pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pada perkembangan terbaru, tingkat inflasi Indonesia Agustus 2024 mencapai 2,12% secara year-on-year (YoY). Secara bulanan, terjadi deflasi sebesar 0,03% pada Agustus 2024 yang merupakan deflasi 4 bulan berturut-turut.
Realisasi inflasi yang landai itu menjadi sentimen bagi kinerja emiten di sektor konsumer. Selain sentimen itu, prospek emiten konsumer juga dibayangi oleh penguatan nilai tukar rupiah ke kisaran Rp15.500 per dolar AS.
Ditambah lagi, postur RAPBN 2025 terlihat fokus pada alokasi anggaran untuk program-program yang menopang daya beli domestik.
Dihubungi Bisnis, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan tren penurunan tingkat inflasi didorong adanya beberapa faktor.
"Yang ditekankan adalah faktor domestic consumption relatif agak moderat," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (2/9/2024).
Faktor lainnya adalah implementasi suku bunga bunga acuan. Menurutnya, ada harapan The Fed turunkan suku bunga pada September 2024, diikuti Bank Indonesia pada Oktober 2024.
"Penurunan suku bunga bagus buat kondisi market kita ke depan, bagus juga untuk stabilitas inflasi," ujarnya.
Dengan kondisi inflasi tersebut, Nafan mengatakan investor menyasar sejumlah sektor saham.
"Investor fokus pada sektor infrastruktur, keuangan, industri, transportasi, properti, dan cyclical," ujar Nafan.
Terpisah, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan kondisi saat ini memang terjadi deflasi serta tren penurunan inflasi karena adanya penurunan daya beli konsumsi masyarakat.
"Apabila ini terus mengalami penurunan maka hal ini bisa meperlambat pertumbuhan GDP [gross domestic product] sehingga bisa berdampak negatif ke depannya bagi IHSG," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/9/2024).
Menakar Katalis Kinerja Emiten Konsumer
Dalam risetnya, analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto dan Sabela Nur Amalia mengatakan pada kuartal III katalis terhadap kinerja emiten konsumer relatif sepi.
“Kami melihat ada potensi katalis dari Pilkada serentak pada November 2024, ditambah anggaran bantuan sosial,” tulisnya dalam riset, dikutip Selasa (3/9/2024).
Beranjak ke prospek 2025, Natalia dan Sabela mengantisipasi arah kebijakan anggaran pemerintah untuk lanjut mendukung daya beli rumah tangga.
Ditambah lagi, sektor ini juga diperkirakan mendapatkan angin segar dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berpotensi mendorong daya beli.
“Kami meyakini downtrading akan tetap terjadi pada kuartal III/2024,” imbuhnya.
Meski begitu, BRI Danareksa Sekuritas menyukai emiten konsumer dengan posisi kuat di pasar domestik sehingga bisa bertahan saat terjadi gejolak, mendapat kontribusi penjualan ekspor, mampu memitigasi gejolak harga bahan baku, dan volatilitas kurs.
“Pilihan utama kami ialah ICBP dengan rekomendasi beli dan target harga Rp13.400 karena ICBP memiliki pertumbuhan volume penjualan yang kaut dan margin berpotensi membaik,” tulisnya.
Selain ICBP, MYOR juga mendapat rekomendasi beli dengan target harga Rp3.350 per saham. MYOR dinilai memiliki pangsa pasar yang kuat di domestik maupun ekspor.
Dalam riset terpisah, Tim Analis JP Morgan menilai penguatan rupiah terhadap dolar AS akan memberikan keuntungan abgi sejumlah emiten konsumer. Salah satunya, produsen Indomie milik Grup Salim yaitu ICBP.
“Kami mellihat penguatan rupiah akan memberikan dorongan terhadap laba dalam beberapa kuartal berikutnya,” tulisnya.
ICBP diperkirakan mengalami kenaikan laba bersih setelah pajak sebesar 3% setiap apresiasi rupiah sebesar 1%. Begitupula sebaliknya.
Sementara itu, analis Bahana Sekuritas Christine Natasya menyematkan rekomendasi beli untuk ICBP dengan target harga Rp12.000 per saham dan beli untuk MYOR dengan target harga Rp3.200 per saham.
Menurutnya, ICBP dan MYOR berpeluang menangkap potensi kenaikan permintaan dengan ekspansi kapasitas. ICBP disebut menambah kapasitas produksi mi, produk susu, dan makanan ringan dengan rencana belanja modal Rp3,5 triliun pada tahun ini.
Sementara itu, Christine menyebut pabrik baru MYOR yang memproduksi wafer dan biskuit akan dibuka pada kuartal III dan IV tahun ini.
“Pabrik itu bisa meningkatkan pendapatan MYOR sekitar 10% apabila sudah fully utilized,” jelasnya.
Selain itu, MYOR dan ICBP juga disukai karena memiliki eksposur yang cukup besar dalam penjualan internasional.
Di lantai bursa, saham ICBP menguat 8,75% year-to-date dan parkir di level Rp11.500 per saham. Sementara itu, saham MYOR menguat 6,02% YtD ke posisi Rp2.640 per saham hingga Senin (2/9/2024).
----------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.